Total Pageviews

Monday, December 22, 2008

bebaslah

airmata mengoyak
wajah duka
ketika
salam perpisahan
hinggap di telinga
nyeri menujam
telapak kaki
dada kembara bergetar
menanggung ragu
perjalanan pulang
sore itu

hujan tak jemu
membasuh wajah bumi
temaram langit jadi saksi
muram jiwa
melawan durjana
kehendak hati
melawan mati

patahkan jarum-jarum jam itu
berjalanlah selamanya tanpa waktu
tembok-tembok fana
airmata fana
luka-luka fana

berjalanlah selamanya
tanpa batas waktu

bebaslah
merdekalah
terbanglah
menarilah

Wednesday, December 17, 2008

membunuh sepi

sejak mulai lewat tengah malam
kau berkeliaran dalam telepon gengam
sesekali kau mampir ke tempatku
tanpa ketuk pintu kau masuk kedalam kamarku
duduk manis disebelahku lalu rebah dibahu kiri

apa yang kau cari disitu?
dalam hangat peluk dan ciumku
hanya ada selingkuh menunggu

ah , dadamu masih saja mengusik
sedang kau tampak asyik
bermain-main dengan luka

Monday, December 15, 2008

terlena

perempuan dengan purnama di dadanya
menari-nari menggoda malam
agar tetap tinggal di dadanya
lupa pada pagi yang menunggu, malam
tersesat di lembah yang hilang ditipis cadar

perempuan dengan aroma surga pada lehernya
menyobek-nyobek udara sekitar
tak sadar tuan telah lena, dalam
diam mabuk wajah sang putri

Friday, December 12, 2008

puisi anjing

anjingku pergi
di paksa pergi
karena dia anjing
bukan kucing
tak apa
lebih baik pergi
daripada jadi kucing
selamat jalan kiki
sampai jumpa lagi

Tuesday, December 2, 2008

baru puisi

menabur kenang
menuai luka
belum kupu
bila tak ‘pompong
paham makna
baru puisi

Friday, November 28, 2008

balada malam mabuk

aku akan tetap merindukan malam-malam ketika bulan malas mendengar ocehan-ocehanmu yang tengah mabuk, tentang luka yang kau umbar di diskotik-diskotik ibu kota, tentang kecewa yang kau tuang kedalam dadamu yang penuh sesak lalu kau tarikan pada lantai dansa, entah sudah berapa banyak ia mabuk karena tarianmu, entah seberapa mabuk tarianmu.
aku akan tetap mengenang dan mencintaimu, seperti saat kita saling mencuri hati lewat belaian-belaian tangan dan kecupan-kecupan penuh hasrat yang tertahan oleh daster dan pakaian dalam yang tergantung dibelakang pintu kamarmu, sayang kita tak pernah mewujud sepasang kekasih. Airmata yang kau titipkan padaku, masih ingatkah sayang? kusimpan baik-baik jauh dari jangkauan kucing atau pengganggu lainnya, mungkin nanti akan berguna sebagai penanda seberapa jauh perjalanan kita lampaui. Dan,
aku akan tetap menyesalkan malam yang selalu berganti pagi, ketika pagi setiap hari semakin membawa jarak bagi kita. Dan malam, malam jadi semakin jinak oleh ruang dan waktu yang selalu tak perduli.

: hanya saja sesekali aku tersadar dan bangun dari mimpi dan kau bukan disisiku, itu saja.

Thursday, November 27, 2008

angkuh

laju perahu perlahan ikut riak
tinggalkan buih di bibir lambung
riak selamanya tak akan mengerti
mengapa ombak sesekali mengamuk,
biar sajalah...

ego adalah aku,
terkutuk untuk tak dapat mempercayai
eksistensi adalah penyangkalan
kertas tetaplah kertas
sudah kukatakan puisi itu tak bernoda kata-kata

Tuesday, November 25, 2008

tanah air

air dari mata air
terus mengalir
hingga padi kuning berbulir
gunung dan lembah adalah penjaga
mataharinya adalah tungku penghangat
angin dan cuaca teman bermain
lautnya adalah gelora jiwa
sungainya adalah urat nadi
danaunya adalah jantung hati

tanahnya adalah ibu
airnya adalah susu
kelak buminya adalah makam
rumah jiwa dan raga bersemayam


*tergugah oleh "Loh jinawi Indonesia" karya Anez

pencuri

ia diam-diam mencuri puisi
di ladang kata
yang penyairnya tertidur

ia tak sadar
puisi telah lebih dulu
mencuri hatinya

waktu

ia pergi
tak kembali

Monday, November 24, 2008

sampai tutup mata

mata telanjang,
bulat
telanjangi
mata kepala
menujam
mata hati
gemetari
mata kaki
arungi
mata air mata
nikmati
matahari

sampai
tutup mata

Friday, November 21, 2008

kabar angin

pada dermaga kapal nyaris sandar
camar-camar riuh menyambut layar
karena hati hilang sabar
patah sudah tiang layar
tempat cinta dulu berkibar
perlabuhan menunda kabar
hanya serpih berai tercabar
berharap pantai tubuh mendampar

Thursday, November 20, 2008

mata indah

mata telanjang,
bulat

teriak tanpa merdeka

di bawah merah ada putih
di bawahnya ada putih lalu merah
mandi pagi matahati
pada terang matahari

bangga ingat kakek dahulu
dimasa muda perang gerilya
menghadang peluru diruncing bambu
demi kibar sang saka dilangit raya

dulu teriak merdeka dengan bangga
kini tak lagi teriak merdeka
tinggal teriak tanpa merdeka
karena rakyat hilang merdeka

Wednesday, November 19, 2008

dada ini bara

telinga koyak
dirobek jerit
marah luka meruyak
di atas tiran menghimpit

dada ini bara
duri segala airmata
akar rumput bersatu
menggarisi batu

ambiguitas

perempuan yang menusuk jantung malam
dengan seribu misteri airmata kata
menggantung bulan separuh pasi separuh berahi
diredup terang merkuri lampu kota yang malas
perempuan itu saksi peradaban yang dimoralisasi
oleh mulut yang meludah dan meliuri tubuhnya

jalan-jalan tua sesekali sunyi
ia adalah peneman setia yang selalu bertanya,
"siapa lelah, siapa menanti siapa?"
"aku atau kau perempuanku?"

"entah. mari tanya mereka"

Monday, November 17, 2008

hujan

hujan menahan
langkahku pulang
memaksa berteduh
di pintu malam

kepada bumi
hujan pulang
langkah hujan
siapa menahan?

puisi terindah

tak bernoda
kata-kata

Friday, November 14, 2008

lomba kaki

beribu jejak tertinggal
berpasang- pasang sepatu berganti
sepanjang hari susul menyusul
saling adu siapa lebih dulu

Wednesday, November 12, 2008

dimana mencari pengalaman

di tempat ia berada

hilang

peziarah itu akhirnya pulang juga setelah lelah berkeliling
di kantong bajunya terselip beberapa lembar catatan
tentang tempat-tempat yang ia singgahi
catatan itu adalah sedikit oleh-oleh dari sejarah yang dicurinya dari waktu
tulisannya sudah banyak yang pudar mengotori kertasnya yang kekuningan
luntur karena basah terkena keringat yang dipompa keluar dari jantungnya
setelah lelah terkembang kempis menghembuskan nasibnya
terkadang harus berlari mengejar jaman yang mau tak mau menjadi edan

"aku tak tahu apa yang ku cari", ujarnya setiba di pagar rumah,
saat pintu rumah menyambutnya penuh tanya

Friday, November 7, 2008

makan burger

dalam mimpimu kau mengajakku
makan burger kesukaanmu
burger itu terasa gurih sekali
karena airmatamu membasahinya

saat terbangun airmatamu tak berhenti mengalir

mandi pagi

ia sudah terlalu lama mandi
sejak ia bangun tidur tadi pagi
hingga matahari hampir lewat di kepala
ia mandi airmata sampai jari-jarinya keriput
entah apa saja yang coba ia bersihkan ketika mandi
sampai hampir kering bak mandi
lalu ia kenakan handuk warna merah
yang wanginya semerbak menebar aroma segar bunga
sejenak ia terpesona oleh wanginya
namun secepat itu juga ia kembali termenung
sambil meraba-raba merasai setiap keriput halus
yang tergurat hampir diseluruh ujung-ujung jari tangannya
juga di bawah mata dan pipinya

"itu gurat waktu sayangku, itu gurat waktu.."

lama ia menatapnya seakan tak percaya
sudah begitu banyak peristiwa ia lewatkan
yang sekarang menempel pada setiap keriputnya
setiap peristiwa yang terlewat setiap ia sibuk mandi
ditatapnya lagi bak mandi yang setengah kosong dengan setengah hati
mungkin terpikir ia untuk melanjutkan mandi
rasa airmata yang mengucup tubuhnya tak lagi asin

Thursday, November 6, 2008

menjual tawa

si penjual tawa, begitulah orang-orang menyebutnya
menjual tawa dengan sekantong airmata sebagai bayarannya
begitulah ia bekerja setiap hari, hingga pada suatu hari
ketika hari menjelang sore ia simpan airmata dan nestapa
yang hari ini berhasil ia tukar dengan tawa di dalam keranjangnya yang mulai senja
kemudian ia bagi-bagikan tawa yang tak laku dijual kepada orang-orang
yang ia temui sepanjang perjalanan pulang
merekalah orang-orang yang airmata pun sudah tak punya lagi
untuk ditukarkan dengan sedikit tawa
setibanya di rumah, disimpannya rapi berkantong-kantong airmata tadi
bersama-sama dengan kantong airmatanya sendiri
lalu ia mandi dan bersiap-siap menyambut malam yang menjemput
malam tiba dan ia dijemput dengan tak tergesa-gesa tapi juga tak terlambat
penuh suka cita ia menunggangi malam dan terbang ke langit
pulang ke rumah orang tuanya
diiringi orang-orang yang mengantarnya dengan airmata
yang ditinggalkannya di dalam lemari rumahnya

palu arit dan pancasila

propaganda hitam kisah kelam
sebuah negeri di suatu masa
para jenderal jadi tumbal
ideologi merah terlarang
darah rakyat memerah tergenang

hingga kini anak cucu
bernafas pun di larang
di negeri orang leluhur terbuang

palu arit pancasila
tangan siapa bersimbah darah



*lagi-lagi gubahan dari puisinya Anez "propaganda"

kau

kau ada
hujan turun
musim cinta tiba
dihati pancaroba

kau tiada
deras hujan
kalut musim
mendera demam
di hati dan raga

kau hadir
payungi cinta
teduh rasa

*digubah dari "sakit"nya Anez

Tuesday, November 4, 2008

peronda malam

malam nanti aku akan meronda
berjaga agar tidurmu tak terusik

sedang kau asyik bermimpi
mengejar bintang-bintang
yang tadi sore kupetik

Monday, November 3, 2008

pulang ke rumah

ibu bangun pagi-pagi sekali hari itu,
lalu membersihkan sepatu putihku
yang tak lagi putih itu karena kotor tertutup debu
seiring usia melintasi jarak dan waktu
kotoran jalanan mengerak pada telapaknya, menempel dan membatu.
Kubawa pulang sebagai oleh-oleh setelah lama kutinggalkan rumah.

ia sikat permukaan sepatu itu hati-hati sekali
takut melukai kulitnya yang tak lagi mulus,
dengan sabar dicongkelnya kotoran yang membandel
pada lekukan - lekukkan dan disetiap lipatan-lipatan peristiwa
yang tergurat dari setiap persinggahan perjalanan.
lalu dikumpulkannya kembali setiap kotoran dan debu itu
untuk nanti diseduh bersama kopi hitam kegemaranku,
katanya itu berkhasiat untuk menyembuhkan luka dalam
karena terlalu banyak menahan airmata
setelah selesai, lalu dengan sabar diangin-anginkannya sepatu pada pagi cerah itu
"mengapa harus pagi-pagi sekali bu?", tanyaku,
"agar tak terkena panas terlalu terik dan tetap lembut teksturnya saat nanti dipakai kembali", jawab ibu

siang itu kakiku malas beranjak,
sambil menikmati sisa kopi hitam yang memang mujarab itu
ku pandang-pandang sepatuku yang tadi pagi di cuci ibu

Thursday, October 30, 2008

pemimpi

jika kau adalah milik mimpi
yang tak dapat kucuri

maka akan kubenamkan matahari
agar tak terbit fajar nanti

Wednesday, October 29, 2008

1928-2008

1928:

SUMPAH PEMUDA!

2008:

SUMPAH LOE??!

susu tumpah
kena bulu

gerimis

si anu protes pada pacarnya si ani,
ketika suatu malam ani minta dijemput dari suatu tempat
pasalnya saat itu musim mulai gerimis

"aku takut pada gerimis", ujarnya melalui telepon gengam
"gerimis bisa membuatku sakit kepala berhari-hari,
"jadi biarlah cintaku kutunda dahulu ya dik",
"hingga gerimis tak lagi mengganggu"...

si anu tak jadi menjemput si ani
si ani sudi pulang sendiri
memburu cinta yang nyangkut
di malam gerimis

Tuesday, October 28, 2008

jauh

dimatamu kau simpan kisah
dari dunia antah berantah
dimana kasih adalah lautan
dan aku bebas berenang-renang
sayang,
aku tak pernah singgah
walau hanya bermain air ditepinya

dimatamu kau simpan kesah
dari dunia antah berantah
dimana airmata jadi telaga
dan aku berpaling menjauhinya
sayang,
aku tak pernah singgah
meski untuk sekedar meneguknya

di salah satu ruang rapat anggota dewan

"jang.. panjang,
yang.. panjang
kena!"

lagi ngundi
siapa lagi
yang kena disatroni
KPK

Pengadilan di Indonesia

jaksa merah terdakwa
hakim maksa saksi

:dua-duanya dikandangi polisi

gue kencing celana
gak nahan ketawa geli

:lalu mikir, mati gua!

Monday, October 27, 2008

Bro!




aku terkapar
mabuk kenangan
yang tumpah dari
botol-botol ingatan
yang terhuyung
menggenggam waktu

aku mabuk kenang
ingat yang tertuang

Friday, October 24, 2008

kata-kata yang mengalahkan ruang dan waktu

kau dan aku dalam kata dan tanda baca
bercumbu bercanda bercerita
kurangkul kuraih kuusap
setiap cerita dari kata yang kukecap

segala sedih sunyi terbagi sudah
disana kau aku disini
dan ruang waktu telah kalah
oleh kita yang tak terbagi

mari bersulang
demi ribuan mil jarak
dalam detik tak henti berdetak
kata yang bertualang
terseok-seok mencari jalan pulang

Thursday, October 23, 2008

Tuhan, saya telanjang

sembunyikan saja tubuhmu kedalam selubung moralitas
lalu lihat isi kepala si pemilik syahwat
tak ada yang berubah
cukup kerling mata orgasme sudah

hanya warna warni kita punah
hari-hari esok anak cucu
mengenang saja yang dulu pernah

hanya di hadapan Tuhan
aku bebas telanjang

Tuesday, October 21, 2008

kalau bukan kawan

kalo 'nggak on line
di Yahoo Messengers
bukan tau
sama tau
tapi
tau
sama
nggak

kawan (tau sama tau)

dia invisible
di Yahoo Messengers
tapi
aku tahu
dia on line

sebuah momentum yang (tak) lewat

senja berlalu begitu saja, tanpa sepatah kata, layangkan senyum yang tak sempat
tak jua ia membekas pada sayang-sayap camar yang terbang was-was
lengkung langit kini tinggal bayang-bayang di ufuk barat
beriak gelombang mencipta kilau keperakan di wajah samudera luas
sudah selesai sebuah transisi, sebuah babak dalam perjalanan yang terlewat

akulah karang yang memalingkan wajahnya dari bayangan senja
lalu sibuk mengisi mimpi-mimpi malam dengan kata-kata
dan bermain-main dengan koma

Friday, October 17, 2008

dua dunia

debur ombak memecah sunyi
semakin karang menegar di pantai sepi

senja merapat di lengkung langit yang seksi
ia sibuk menghitung hari

Wednesday, October 15, 2008

pada senja kau menuju

riak ombak berlomba susul menyusul
menuju pantai pasir putih dan buih yang payah bersiul
singgah sebentar lalu pergi bersama angin yang tergesa
menuju matahari senja yang melankolis di batas cakrawala

aku adalah karang di terjal tebing kenangan itu

aku antar kau

aku melepasmu pergi,
ku antar kau hingga ke tepi
dermaga yang sesak dengan seribu bayang
menyimpan segala yang takkan lagi dikenang

dengan airmata
dengan senyum terbata

aku antar kau

Kristus

Dialah yang berjalan
di lembah kelam
di sisiku

Tuesday, October 14, 2008

"palls"

seperti air menjadi anggur
pada pesta pernikahan

seperti tubuh dan darah
yang dipersembahkan
di meja perjamuan kudus

sebanyak roti dan ikan
yang tak habis
di bukit pencerahan

jika dan maka

penguasa
menyimpan khianat
dijanji

rakyat
menabung airmata
di hati

penguasa
khianat janji
air mata
bara di hati

Friday, October 10, 2008

saat kampanye tiba

saat kampanye tiba
tuan sibuk mencuci dosa
menggosok kembali janji-janji usang
agar berkilat dan enak dipandang

rakyat adalah seember air tempat mencuci dosa
setelah bersih, airnya pun dibuang,
embernya jadi tempat sampah

aku melihat Tuhan

berkatMu seperti matahari, cahayanya menerobos masuk kedalam jendela pagi
ketika gordin malam tersibak oleh doa dari mulut-mulut si peminta,
menerangi setiap sudut-sudut ruang jiwa yang kelam dan tertutup debu.
Tapi Tuhan , Kau sendiri adalah pemuda kurus yang kulihat tadi pagi, berdiri di tikungan jalan diantara hiruk pikuk pegawai kantoran dan pedagang makanan yang lalu lalang.
Engkau dan topi lusuh yang menyembunyikan wajahMu, karena malu melihat tanganMu yang menengadah, meminta sedekah bagi kedua kakiMu yang tak sempurna.
Ya, aku melihatMu tadi pagi! tepat ditengah tikungan jalan yang penuh hiruk pikuk pegawai kantoran dan pedagang makanan yang sibuk melupakan bahwa kau berdiri diantara mereka, lalu kemana hendak kusembunyikan wajahku Tuhan?, saat akupun sibuk malu-malu mengalihkan perhatian dan pergi menjauhiMu, dengan sepeda motorku yang selalu kucuci dengan berkatMu setiap hari, yang menerobos seperti matahari pagi dan jadi selimut ketika aku tertidur di malam hari.
Kau adalah bintang utara, yang selalu bersinar dan siap menunjukkan arah kapanpun dibutuhkan, dan tak berhenti bercahaya meski terabaikan.
aku adalah nelayan di lautan yang sesekali tak tahu kemana arah pulang.

Wednesday, October 8, 2008

tentang tanya

rinduku karam dalam lamunan
di tengah-tengah amuk gelombang bimbang
tercenung antara pintu gereja dan realitas
doaku mengambang dalam tanya
mengusap-usap dosa yang keluar dari balik baju

diam-diam
ku curi saja wajah tuhan
kusimpan dalam airmata
lalu ku bawa pulang

tentang perjalanan

tuhan menerima tobatku
ia memberiku usia untuk kukunyah
di sepanjang jalan salib putranya

Friday, September 26, 2008

totalitasmu mana

jika memang perjuangan ini harus
jika memang tulus
luka tak terperi bawalah sendiri
tanpa siapa di sisi

abadi

cinta tak lagi kata-kata
ia senyap seperti;
lembayung setia
pada ribuan senja
di carut gurat wajah
separuh baya
usia pertiwi

Wednesday, September 24, 2008

mata panah

tatap matamu mencumbu
membelai sepenuh rindu
detak jantungku tanggal
terpenggal matamu binal

angin berhembus

musim berganti musim angin berhembus menembus jaman
tunas-tunas muda bersemi sayang yang tua tak terganti

resah jadi bara api
melawan harus atau terseret arus

melawan HARUS!

ketika sebuah proses pembelajaran tak lagi dihargai
ketika semua pintu dan jendela tak lagi dibuka
ketika ruang aktualisasi hanya ilusi
ketika rakyat dimiskinkan dan tak dapat lagi menjerit
ketika kaki lima, pelacur dan gembel dilempar ke got dan parit-parit
ketika rakyat di tindas di depan hidungmu
maka pemuda harus bergerak dan melawan

ayo turun ke jalan!
ayo hadang senapan
di popor di hujam hingga lebam
tak cukup peluru dan meriam
kami menolak diam!

*(gabungan dari beberapa puisi lama dengan sedikit improvisasi)


telur

tak mata sapi
pun telur dadar
tak asin
tak pula manis
atau masam

tak pedas
tapi
tak enaklah!
itu,
telur kejepit

Tuesday, September 23, 2008

ketika pagar-pagar kampus tak lagi menahan


kamilah yang lari dari mimpi-mimpi indah fatamorgana, yang terbuai nyanyian sumbang ribuan hati yang geram terbungkam,

kamilah yang melompati tembok dan pagar-pagar rumah, ketika wajah-wajah menunduk malu di hadapan nasibnya sendiri, pesakitan yang ditindas tanpa batas, kempis dihisap sampai puas

kamilah yang menempuh sudut-sudut bahaya, menghalau segala sunyi di jalan mulia, yang diberi gelar kehormatan penjahat dan pelanggar hukum, di negeri yang tanahnya tak pernah kering oleh darah bangsa sendiri

kamilah yang meninggalkan cinta tak terkira dari rahim ibunda mulia, jadi caci maki dan sasaran panser serta moncong senapan para penjaga garda depan sejarah yang suci hama,

di dalam jantung ada (sepucuk duri) gairah menunggangi (seribu riak ombak) darah yang bergelora,

persetan kau tuan onar, persetan dengan semua serdadumu!

diam bukan jalan keluar dengan nyawa semua terbayar,

luka kubawa dalam dada, ketika tangan-tangan kelaparan mengapai-gapai surga yang tuli dari takdir yang terbuang di ujung demokrasi

Friday, September 19, 2008

puisi tanpa kata

aku penyair tanpa pena,
indahmu ku tulis tanpa kata
kenangan berserakan
di setiap sudut titik dan koma
aku tak sempat memungutnya
bait-baitku tak sempurna
puisiku tanpa kata

selamat bermimpi

selamat malam,
cepatlah tidur sayang
ada puisi cinta
ku tulis untukmu
di dalam mimpi

selamat tidur
selamat membaca

sendiri

puisi datang
puisi pergi
mata pena
tergeletak
tanpa kata

Tuesday, September 16, 2008

tiket murah

paket murah ramadhan
tiga puluh ribu rupiah
tiket satu arah, rute:
pasuruan-alambaka

tuan tumpuk pahala
di atas antrian kepala

bau badan kami adalah berkah
keringat kami serupa zamzam

nasib kami adalah jalan lurus
pintu menuju surga bagimu, tuan

Monday, September 15, 2008

deret pohon depan istana

deret pepohonan depan istana adalah pohon sejarah yang bisu
pada dahannya rimbun reranting memendam seribu cerita luka
dari setiap tragedi yang silih berganti datang dan pergi
menitipkan setiap kesah luka dan airmata yang tak tertampung
tercecer dijalan-jalan, pada butir-butir keringat yang menguap
berkali-kali angin meniup daun-daunnya, berharap segala duka yang tersangkut
pada ranting-ranting pohon sampai ke balik tembok istana yang putih itu
tapi tak satupun angin kembali, kabar gembira hanya bualan belaka
jadi mimpi memuakkan dalam warna warni pucat pudar tanda usang
menteror malam dengan liur yang mampu membunuh sebuah negeri

luka-luka dan airmata kering dalam penantian
mati tanpa pusara
terkubur pada nasib yang berkali-kali terjerembab
jadi bulanan lubang-lubang jalan
yang dibiarkan mengangga tak sempurna

Monday, September 8, 2008

sebuah kerinduan

dedaunan gugur
reranting kering
pepohonan tua

dedaunan jatuh menjemput bumi
reranting sendiri menggapai-gapai langit
pepohon tegak pada carut kerutnya
melawan usia dan segala cuaca

rindukan kicau pada dahannya

Friday, September 5, 2008

mimpi mampus

mimpi-mimpi
gelap gulita
mati lampu hati
nyali tak nyala

Thursday, September 4, 2008

ciuman pertama

serupa rokok yang dihisap
lalu tinggal dan membekas
pada dinding rongga dada

menjadi candu
di bibir yang rindu

Wednesday, September 3, 2008

menggenang darah

merah
putih

basah layu

diujung pilar
pudar tak berkibar

menggenang darah
pada sejarahnya

peluru-peluru
menari, menari
di kepala, dada kami

sekuat hati

tanah ini
air ini

hidup kami
keringat kami
air mata kami
marah kami
tawa kami
bosan kami

leluhur kami
anak-anak kami
mimpi-mimpi kami
harapan kami

bumi ini
langit ini

ibu kami

dekap penuh bara
tak lagi lepas
hingga nafas, jiwa
tak lagi hangat pada raga

Monday, September 1, 2008

kepak sayap kata

kerinduan mengalir di setiap urat nadi
pada setiap desirnya mengembang kempislah jantung
memompa setiap lirih hingga panas pelupuk mata
jadi airmata yang mengalir hangat sepenuh sunyi

saat kata-kata yang kau kirim bangkit dari kematian
jadi sayap menuju terang cahaya, nyali tumbuh
di taman sepi

Tuesday, August 26, 2008

gunung seribu bukit (argopuro)

gelap pekat saat kami tiba di pintu gerbang hutan itu
suara binatang malam jadi misteri dibalik kelamnya
kabut sesekali turun, menebar aroma segar pepohonan dan rumput liar
tubuh kami rebah di atas ransel - ransel yang setia mencatat setiap perjalanan
berselimut angin malam serahkan mimpi pada lautan bintang

persiapan kembali dilakukan, semua mimpi kembali dibungkus rapi
tak lupa menyelipkan beberapa baris doa pada sepasang sepatu kawan setia
tersenyum pada matahari pagi yang akan menuntun langkah-langkah kaki
perjalanan dimulai dari secangkir hangat kopi tubruk pemilik kedai

perbukitan dan lembah-lembah perlahan-lahan dilukis pada jejak kaki
hijau dedaunan menata kembali udara dari deru dengus nafas yang cemar
kicau burung, gemersik daun-daun kering dan percik air adalah simphoni sepanjang masa
taman hidup, saat senja mulai merayap pada danau berpagar hutan cemara

kembali malam membentang layarnya paduan suara binatang malam pun digelar
cinta bersemi dari sepasang hati disebalik tenda-tenda kecil pendaki yang hangat
ada yang menganyam tali pada canda tawa para pendaki yang sibuk menghembuskan asap kretek, malam pun larut dalam secangkir persaudaraan yang hangat

beberapa bukit lagi telah terlewati, tapi tempat yang dituju masih sembunyi
selangkah demi selangkah selembah demi selembah dituruni
setapak demi setapak sebukit demi sebukit kembali di tanjak
pada langit tinggi minta petunjuk waktu kapan bergerak kapan berhenti

siang itu kembali hati diteguhkan, puncak gunung masih terkurung bukit
perbekalan dibawa secukupnya tunjukan disiplin dan kemauan hati
puncak yang dituju bukanlah akhir, tapi bagian dari perjalanan yang sudah dimulai
seperti sisa-sisa candi yang ditemui, adalah catatan kejayaan yang dikirim dari masa lampau

dikanan lembah dengan anginnya yang lengang, dikiri daun pepohonan saling bertegur sapa
di depan sinar matahari jadi petunjuk tempat padang sabana siap menyambut
lubang-lubang di tanah taman bermain bagi babi hutan tak boleh di ganggu
sesekali ayam hutan dan merak silih berganti mengawasi laku para pendaki

selada air dan anak sungai kecil di tepi lembah adalah tempat segala lelah dibersihkan
hamparan rumput laksana beludru hijau jadi pembaringan segala penat dan luka

kaki gunung kembali menanti, hati yang bertautan kembali rapatkan barisan
ucapan perpisahan berat diucapkan, di hamparan sabana sepenggal hati terpenggal ketika itu
langkah pertama dilangkahkan pada jalur yang akan mengantar pendaki pulang
ditikungan demi tikungannya kami temukan, potongan-potongan hati berserakan

setengah jalan langit mendung, tak lama hujan turun diperbatasan hutan dan kebun jagung
ransel-ransel diturunkan, bersiap-siap di bawah lindungan jas hujan
perjalanan dilanjutkan dengan kaki telanjang dan lumpur di sela-sela jari
sendal jepit kami terkapar di tanah merah yang terjepit pohon-pohon jagung

saat mata mulai tertipu halusinasi pada punggungan perbukitan terakhir
senja merambati hati kami yang sempat menciut pada jarak perjalanan
jauh di depan ada kerlip lampu dari desa, segumpal bara api tiba-tiba terbakar di hati
perjalanan menuju kota tak lagi terasa, jok tempat duduk bis antar kota jadi lamunan

Monday, August 25, 2008

mahameru

menjumpai ranu pane yang berpasir adalah awal perjalanan panjang
saat semua warga bersiap-siap menjelang kemerdekaan

umbul-umbul warna-warni dan bendera merah putih
meriah di langit yang biru cerah, secerah tawa anak-anak desa
secerah hati para pendaki saat bersiap-siap untuk terakhir kali
doa mohon perlindungan dirapalkan, menjelang tengah hari perjalanan dimulai

berkilo-kilo pasir kami bawa di tubuh dan paru-paru kami,
pada ransel-ransel dan keringat kami,
desa terakhir berkilo-kilo dibelakang, jembatan merah menanti di depan,
sesaat terlintas wajah-wajah yang menanti yang semakin hilang dibalik perbukitan
sedikit canda tawa mengisi kembali tabung-tabung semangat kami
senja menjemput mataharinya, ranu kumbolo menanti

desir angin dari ujung lembah menjemput peluh pada tubuh
dinginnya terasa sejuk sampai ke hati yang biru karena rindu
cepat-cepat tenda didirikan di sisi danau, riaknya pantulkan sinar mata kami, lalu
api unggun dan susu coklat panas terhidang diantara hangat hati yang menyatu

tak jarang angin menggoyang tenda yang sore tadi kami dirikan dengan gigil tulang
gemertak gigi pun turut meramaikan, malam perisitirahatan pertama terasa begitu lama

dingin pagi menggigit sumsum tulang, saat para pendaki mencari sisa sisa bara api di dadanya
ranting-ranting kering di bakar nantikan matahari yang menghalau kabut malam,
sarapan!

tebing cinta serupa fatamorgana cinta, penuh tipu daya di sebalik keindahan dan harapan
berkali-kali kata maki meloncat dari ransel-ransel kami yang penuh sesak, tercecer disana sini

perjalanan di lanjutkan, setelah memaknai nama keparat itu sambil lalu
disana sini kabut asap menyesakkan dada, hutan terbakar apinya menyesakkan mata
pohon-pohon dan semak semakin hebat terbakar, terbakar juga keyakinan kami
keputusan harus diambil saat bayang-bayang ragu jadi hantu gentayangan pada lidah-lidah api

menembus asap dan api, sesaat setelah tekad menelan ragu
saling bertaut jiwa, sepanjang jalan tiada tertinggal jejak tanpa kenang-kenangan

sepi kalimati di dataran tinggi selandai lapangan bola berpagar pohon cemara
hanya angin yang sepanjang hari mencumbu pucuk-pucuk kembang edelweis
turun ke lembah bercabang anak kali yang mati, sunyi menyergap perlahan-lahan
senja merayap pada tebing-tebing bisu,celahnya mengeluarkan airmata dari mataair lembah
peristirahatan terakhir sebelum pendakian puncak

pada malam pendakian puncak di batas hutan arcopodo, satu hati satu tujuan
puncak mahameru dituju, disana mimpi kami labuhkan bersama sambut matahari pagi
cemoro tunggal sebagai tanda, sesekali juga sebagai tempat menggantung letih
bukit pasir menguji kaki dan tekad, mahameru tinggal beberapa langkah lagi

fajar terlanjur tinggi saat sampai di puncak, beberapa letupan kawah membayar lelah
tanpa kata tanpa airmata hanya doa dan bahagia di puncak mahameru, puncak para dewa

ibu

dimana kau simpan luka perjalanan
dimana kau keringkan airmata
sementara doa terus kau kirim kelangit
isyaratkan arah perjalanan
yang bersembunyi di balik gelapnya malam

Friday, August 22, 2008

sakit mata hati

mata hati
sakit mata
terlalu banyak
nonton tivi

republik bla bla bla

hidup adalah perbuatan (numpang orang lain)!
belajar dari belanda waktu membonceng NICA
merdeka adalah bla bla bla!!!

kita belum merdeka sepenuhnya
karena bla bla bla

dahulu kita macan,
sekarang kita mantan macan
bla bla bla

hati nurani rakyat
di bawah sepatu tentara
lalu bla bla bla

televisi serupa tempat sampah
busuknya menusuk hingga ke hati
semua duduk manis, nonton sambil meringis
menjilati luka sendiri yang mulai bau amis

Wednesday, August 20, 2008

ibu Sumarsih

menanti ia, hingga keadilan tak lagi mimpi
tulus seperti kasih yang mengalir di darah putranya
yang tumpah di meja perjamuan kudus tirani
di depan istana dan jalan-jalan revolusi

setiap nafasnya api, panasnya menusuk-nusuk
hingga ke jantung yang membusuk oleh caci maki

menuntut ia, hingga kematian tak lagi sepi
di negeri ini, di liang kubur yang menyimpan beribu nyeri
di resah pusara yang diam berjanji sepenuh hati
mengurai perih duka, hingga dendam tak lagi jadi makam

putih rambutmu adalah kibaran panji-panji semangat
pada tiap helainya airmata telah menjadi karang

Friday, August 15, 2008

time out

detak jantungku berhenti berdetak
beristirahat sejenak di lekuk pinggangmu
menikmati pasang surut gelombang punggungannya
seiring jejak langkah sepasang kakimu
yang mengundang sejuta indah bayang-bayang

di kota itu

ada ragu bergelantungan dirimbun alis matamu
saat angin menggambar rindumu pada tembok kamar
diujung kota yang kau tinggalkan beberapa waktu lalu
ada sepi yang coba kau lukis dengan keluh kesahmu
di kota pelarian, yang juga menyembunyikan luka hatimu

samar-samar kubaca pada bayang matamu yang binar,
dari kejauhan saat bahumu tak dapat ku gapai

Wednesday, August 13, 2008

di kafe (menjelang pulang)

salad kata dan segelas huruf
habis tandas tak tersisa
meninggalkan puntung gelisah
pada asbak yang penuh sesak tanya

Tuesday, August 12, 2008

in absentia

sebentar lagi akan ada pesta di rumah tuan, tapi
kami tak dapat memenuhi undangan tuan
yang tuan kirimkan lewat bendera warna warni itu
kami sibuk menyiangi luka dan airmata
yang diwarisi orang tua kami
yang telah sekian lama menyembunyikannya
didapur rumah kami yang ditelan lumpur sidoarjo
serta janji-janji usang tempo hari
yang tampaknya juga ikut tenggelam

toh kami pun tak perlu meminta maaf atas kemalasan kami untuk datang, lagipula
kami juga sedang sibuk menyempurnakan tingkah laku kami

agar tak kena pukul para pembela kebenaran yang sekarang sedang ramai-ramai meronda dimana-mana
O ya, uang tabungan kami juga sudah habis
untuk beli minyak, uang sekolah, biaya hidup sehari-hari
dan sedikit untuk liburan diteras depan rumah mewah yang kami lihat di sinetron-sinetron

sesekali juga nonton pembasmian hama tikus di gedung bundar
:kami tak punya ongkos buat ke tps

sampai jumpa lagi

cintamu,
adalah mimpi sewarna pelangi
dalam tidur panjangku

Thursday, August 7, 2008

nostalgia

tatap matamu sendu,
di bawah binar cahaya remang lampu malam
diatas rona kedua pipimu yang hangat kuku

ketika rindu berlabuh dipantai "long island"
tempat dimana aku menghabiskan sisa malam
meneguk habis senyum manis dari bibirmu
yag rekah,
bulan pecah, di derai tawamu yang renyah

setapak demi setapak perjalanan kita urai
letakkan luka satu per satu di meja persegi empat itu

Wednesday, August 6, 2008

perempuan muda itu adalah ibu

perempuan muda itu adalah ibu, yang dihisap peradaban
puting susunya kurang gizi menyumpal pada lapar yang geram
berdiri diujung antrian sembako murah
saat tuhan dikuduskan

dasternya lusuh sembunyikan desah derit ranjang semalaman,
dari lembaran uang yang karena suatu sebab ditukar birahi liar malam
yang disetubuhinya dengan airmata,
entah luka atau bahagia

demi menanak sepiring nasib,
mengecap seteguk kehidupan
disimpannya luka diliang gelap
bawah pusarnya yang gusar



*coba digubah dari puisinya anez yang judulnya "ibu muda di pinggir peradaban"

yang datang dan pergi

cintamu tergeletak sepi, menempel dan tertidur
pada lembaran-lembaran waktu yang terus berjalan
meninggalkan masa silam yang tertutup debu panjang perjalanan
sesekali rindu berbisik ditelingaku, namamu.
yang kini jadi lentera kecil
menerangi gelap mimpi-mimpi malam
saat sunyi lelah menampung airmata

Tuesday, August 5, 2008

terkikis

sepotong hati
terbawa sajak
sepotong lagi, sibuk
mengusir penat

Monday, August 4, 2008

harga sebuah kebebasan

air susu
dibalas
air mata

Friday, August 1, 2008

kaukah itu

sekelebat
wajahmu
di buram
mataku
di sisi gelas
terakhir
melawan
sepi

Thursday, July 31, 2008

mengalir sajalah

berdansalah,
hingga cemas kau taklukkan
hingga musik membawa pergi
segala sunyi
segala kenang

pada lantai dansa
pada tumit sepatu
membekas segala detak
berdansalah, berdansalah
hingga waktu kau jelang

apa yang paling mulia

Tuhan,
lalu ibu.
setelah itu,
cita-cita

penari dalam mimpi

perempuan yang berjalan dalam mimpi

dalam tidurnya yang tak bermimpi

menyangkal malam membujuk rayu

agar tak jatuh ke dalam tidurnya

perempuan yang menari setengah hati

dalam tariannya jemu letih

sudah hampir usai ia menuai kenangan

perlahan pupus di sisa gelak tawa

teriring sepi menatap punggung waktu yang pergi

mari bersulang sekali lagi

semoga waktu terjatuh dan lelah berlari

agar sempat bermimpi dan menari

sekali lagi

dimana sajak dan puisi

Kata – kata main petak umpet

berlindung dibalik kelambu malam, lalu

malam diam –diam menelusup kedalam mataku

”sudah, lepaskan saja kata-kata, dan mari bercumbu”

Ah,

sepasukan nyamuk yang rajin beterbangan

membelaku mati-matian

sambil sesekali ikut menghisap

sajak dan puisi yang mengendap

di dadaku

tragedi buruh bangunan

sesaat melayang

anak istri terbayang

selamat tinggal sayang

jangan kau rindukan abang

hujan tangis menghujam

lantai beton

gedung bertingkat

:yang kini jadi wajahmu

Monday, July 28, 2008

seperti apa berserah

seperti salib
yang dipanggul
ke puncak golgota

Friday, July 25, 2008

syukurlah

sujud syukur atas usia
berserak jejak luka dan dosa
satu masa lebih dekat
kepada pemberi berkat
:semoga

Thursday, July 24, 2008

terjebak rutinitas

bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan aku dengan jemu bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan bosan




* niru-niru gayanya pak Remy Sylado yang "Mbeling" itu

Tuesday, July 22, 2008

senyuman

sebatas harap
pada senja
yang meninggalkan kenangan
disetiap kepergiannya

hening

matamu sebentuk telaga
yang menyepi pada senja

kepada nafas

ajal setia menanti
kecupan malam pertama
kekasihnya
di tapal batas
perjalanan waktu

Monday, July 21, 2008

kawan, jangan membiru

jika sekarang kita tak bersua
itu untuk supaya dapat kau arungi hidup
mengukir cerita-cerita tentangmu
di setiap jejak usia dan waktu
untuk kau ceritakan padaku kelak
sebagai oleh-oleh perjalananmu untukku
saat kita berjumpa
disebuah pojok kafe atau di
sudut jalan

ceritakan padaku,
seperti aku pun bercerita
tentang segala suka dan dukaku
yang ku dapati saat kuukir kisahku
pada usia dan waktu yang sama
di sisi lain perjalanan

kelak persimpangan mempertemukan kita



Thursday, July 17, 2008

tak ku ingat Kau penuh

Tuhan

aku

malu

hakiki yang terbagi-bagi (sisa-sisa manusiawi)

aku adalah sisa-sisa, sisa -sisa susu ibu, sisa-sisa segala peluh, sisa-sisa budi terhutang, sisa-sisa segala sia-sia, sisa-sisa dari waktu, sisa-sisa harkat, manusia rendah, sisa-sisa martabat, terhina karena papa, sisa-sisa sayapku patuh, sisa-sisa kakiku rapuh, tak dapat terbang tak dapat berlari, aku adalah sisa-sisa.

Wednesday, July 16, 2008

ada apa dengan bunga

hari ini kau bawa bunga
lalu kau minta ku buka celana
hari ini hatiku berbunga cinta
sampai jatuh ke lembah hina

bunga
bunga
bunga
celana
celana
celana


: "abis jalan-jalan ke ruang kontemplasi takdir, hehe...he liat puisi "hari ini kau bawa bunga".

Friday, July 11, 2008

ngebut

j

a

n

c
....ccuuuu....uk!

telat!

Thursday, July 10, 2008

malam binal

bisikmu manja rindu bergetar meratap
tatapmu nakal hasratku binal
bibirmu rekah, di liar bibirku mencari
lidah tertaut malam romansa
angin sunyi berbisik mesra

nafas kita satu-satu
dalam tanda seru memburu waktu
titik-titik geli melonjak girang
puting menggeliat malu-malu

di puncak bukit dadamu, jemari riang berkelana
pada lika liku pinggulmu yang rona menyala
mata pandangku jatuh terpana
menanti gelisah deru desah, pangkal paha yang remaja
pasrah diri kepada nasib, kemana malam hendak menuju

peluk dekap hangatmu
pada tubuh setengah telanjang
cinta dan rindu megap-megap
hirup hembuskan penantian

Wednesday, July 9, 2008

ia menjelma

pena yang jatuh
terkapar
di tumpukan kata
ia menjelma
:puisi

main kejar-kejaran

aku berlari
mengejar mimpi
waktu berlari
mengejarku

onani

tangga
gawat
darurat
dipakai
saat keadaan
mendesak

selingkuh

jaga

jarak

aman

Monday, July 7, 2008

tidurlah sayang

tempat tidurmu penuh
oleh penat keluh kesah
yang tak jua tertidur

tumpah
ruah
di ranjangku
yang menumpuk mimpi
:tak jua berwujud

Friday, July 4, 2008

tak ada pilihan

pada seribu luka yang membekas dan pernah terkapar
jiwamu meraba waktu dengan ciut nyali
cemas semakin menjadi api, hingga sepi menjadi ular
mengintai disetiap ketuk pintu kamar

ketika kau telan segala pahit bujuk rayu
meski muak tak dapat kau tolak
pada sisa-sisa airmata dan sejuta kenangan
bertahan sekuat-kuatnya adalah keharusan

Thursday, July 3, 2008

lelap

dunia
setengah
surga
di sebalik mata
kala berserah
pada waktu jua

Siapa mau ikut

macet sana sini
persimpangan perhentian
jalanan dan halte-halte
jadi arena tarung
bis, metromini, kopaja
saling rebut penumpang
saling kebut
siapa cepat sampai duluan
di TPS pemilu depan

: saya pilih naik motor

Monday, June 30, 2008

ragu hati

batu sebesar kepalan
yang mengganjal laju gigi dua
menggoyang kemudi ke kanan ke kiri
memaksa kaki injak rem dengan grogi

marah dan sesak tak berdaya

di atas motor
saat padat merayap
sore pulang kantor
terjepit dua metromini
tak lulus uji emisi

menjadi tua

lampu merah
diperempatan yang kau maki
pada jam sibuk
yang selalu coba kau kelabui

seolah kudengar keluh dan kesah

paku yang menancap
pada ban belakang motor
saat kesiangan berangkat
ke kantor

Friday, June 27, 2008

doa kunodai

cemas sering tiba-tiba menyergap
disesak kepul asap knalpot
ketika kucuri wajah Tuhan
diantara bising bis dan metromini
:yang senantiasa menyeruak liar

jarak perjalanan tak kian dekat
meski motorku meraung-raung
berusaha menelan setiap jerit klakson

sunyi, senyap mengantar cemas dan sesak
kucari Tuhan disetiap lampu-lampu merah
yang selalu ku ajak lomba adu cepat

: agar lekas sampai

Thursday, June 26, 2008

mengejal kebal di atas aspal

kuda besi kuda besi
bis tua bis tua
besi tua bis kuda
berlomba-lomba
menyetubuhi aspal
sementara
darahku mengental
diujung aspal, dan
asap tebal

:ada yang pejal



from : "sampai jumpa bis tua!!"
(Aneze; Aneze's Hatred, 25th June '08)





Friday, June 20, 2008

malam larut disamar langit-langit kamar

sudah larut malam

saat aku kembali membuka lemari sejarah,

di lacinya kutemukan setumpuk luka, yang

mengering oleh waktu

bersama sedikit kenangan yang kuselipkan dulu

di sejuk sudut telaga senyum kekasihku

yang susah payah kugambar pada langit-langit kamar

Wednesday, June 18, 2008

negeri sepi

ada yang salah dengan sejarah
ketika anak bangsa kini saling menumpahkan darah
apa yang salah dengan pelajaran agama ?
ketika agama lebih Tuhan dari Tuhannya

sementara, busung lapar dan gizi buruk mengintai
dari balik harga-harga yang membumbung tinggi
terbungkam disepikan! hingar bingar caci maki
sekali lagi tuan penguasa main politik sepi

Tuesday, June 17, 2008

ada milikmu disamping punyaku

aku tersekap angan dan ingin menggelepar hingar bingar
tak sadar jemari menari dibalik bra mu yang melonggar

di puncak bukit itu aku mabuk aroma tubuh
membius seluruh saraf diantara rintih aduh

ada yang tercabik dan terpukul hingga memar
terlempar kasar disudut ruang kamar

ada milikmu disamping punyaku
jadi saksi bisu saat nafas kita sama memburu

Wednesday, June 11, 2008

dimana kau sembunyikan luka

menguap duka derita segala
diantar airmata luka menganga

nasib kami disembunyikan dibalik jubah
bertahta dengki tuan pesta darah

seperti jejak- jejak kaki di padang pasir
menetap sekejap dijemput angin semilir

duka derita kami ditelan televisi
pedih perih hilang secepat kabar berganti

kemarin luka kami masih sama
sampai akhirnya usang dibalik jubah lama

Tuesday, June 10, 2008

nyampah

percik api semangat tak lagi terang
tertutup asap hitam ban-ban mobil
yang terbakar alkohol dan kebodohan
kata-kata tak lagi bersuara
tercekat ditenggorokan oleh eforia anarki
di sisi wajah Sudirman

inikah revolusi?

Friday, June 6, 2008

rok mini dan tiga gelas vodka

rok minimu dan tiga gelas vodka
riang menari-nari di kepalaku
imaji mencari kesenangannya
tak dapat beranjak mata ketelingsut
di balik rok minimu ada tiga gelas vodka
yang menari-nari dikepalaku

mata ketelingsut angin ribut
mengintip malu-malu
dari balik rokmu yang mini
ada tiga gelas vodka kosong

:yang ribut dikepalaku

Monday, June 2, 2008

sajak berhala

bapak berhala
ibu berhala
anak jadi berhala

susu berhala
keringat berhala
anak jadi berhala

kemarin berhala
hari ini berhala
besok jadi berhala

bapak ngajar jadi berhala
ibu didik jadi berhala
anak jadi berhala

berhala
berhala
dan
ber..ha..la

Thursday, May 29, 2008

Aku mencintaiMu dengan seluruh jembutKu

karya Saut Situmorang

ada jembut nyangkut
di sela gigiMu!
seruKu
sambil menjauhkan mulutKu
dari mulutMu
yang ingin mencium itu.

sehelai jembut
bangkit dari sela kata kata puisi
tersesat dalam mimpi
tercampak dalam igauan birahi semalaman
dan menyapa lembut
dari mulut
antara langit langit dan gusi merah mudaMu
yang selalu tersenyum padaKu.

Aku mencintaiMu dengan seluruh jembutKu
tapi bersihkan dulu gigiMu
sebelum Kau menciumKu!


: Sauuut...Saut, sesatkanlah aku ke jalan yang benar!

Wednesday, May 28, 2008

sebait sajak untuk sepi

sudahi saja tangis itu
sempurnakan saja kepak sayapnya
hingga sampai ke gerbang Petrus
di swargaloka


: inspired by Arlen "si bungsu"

benderaku

jadi serbet meja makan

jamuan santap alam

para lintah dan kecoa jamban

warna bendera tak lagi merah putih

tanah-tanah terus digali,pohon-pohon tak ada lagi

laut kami sepi,ikan-ikannya dicuri

tangan-tangan serakah mengintai negeri penuh berkah

menyelusup dikantong-kantong seragam Aparat pemerintah

beri sepah, lalu menghisap seperti lintah

jelma jari-jari pada tangan-tangan serakah

lihat! bendera tak lagi merah putih

warnanya pudar kibarnya tak lagi menggelepar

tiangnya bersarang karat
tak pupus oleh darah-darah melarat

ini negeri penuh berkah

ditebus dengan darah

disini kami tegak menengadah

tak goyah, walau susah payah

Tuesday, May 27, 2008

ayo teriak merdeka!

Merdeka..?!

Merdeka..?!

Merdeka..?!

...............................................

siapa?

Semakin hina saja mimpi-mimpi kami


mimpi-mimpi kami berserakkan

di jalan-jalan ibu kota

ketika hidup harus dibeli

di negeri ini

mimpi-mimpi kami berserakan

diparit-parit jalan,

tersangkut kawat duri istana,

di ujung popor senapan,

di telapak sepatu serdadu,

ketika mereka merampas,

mimpi-mimpi dari kepala kami

airmata tak lagi beranjak

terinjak-injak harga melonjak

uluran tangan basa basi

menyapa perut-perut lapar kami

lalu mimpi kami?

mimpi-mimpi kami berserakan

mimpi-mimpi kami berserakan

berteriak tanpa telinga

Friday, May 23, 2008

dapatkah kau pahami

air mata yang kau simpan
jadi telaga di palung jiwa
mari belajar berenang
agar tak tenggelam didalamnya

Wednesday, May 21, 2008

Jangan mati

Jaga hati jaga nurani

Agar jiwa tak tergilas

jaman s’makin beringas


Jangan mati!

kecil tapi kerikil

Tajam dijalan penguasa


Jangan mati!

Lentera kecil

namun tak redup

Agar tahu kemana arah

Kaki harus melangkah

Monday, May 19, 2008

melawan lupa

di dadaku

kau (tetap) hidup

karena peluru

di dadamu

Ketika Tuhan tak lagi bersuara

rumah Tuhan dibakar

Tuhan dianiaya

sabdaNya dicuri

Tuhan menangis,

Tuhan menangis,

Tuhan menangis,

aku diam,

tak tahu harus apa

cerita sinetron

antrian panjang wajah-wajah kusam

karungan beras menggunung tak terbeli

label harga minyak goreng keringkan nyali

pemerintah tak perduli, partai politik langsung unjuk gigi

berlomba-lomba protes kampanye pemilu nanti


tak lunas oleh cucuran keringat dan airmata ibu

tak juga lunak oleh gigil gemetar punggung ayah


ayah gila

ibu mati gantung diri

tekanan ekonomi karenanya


penonton marah, ”ini mengada-ada", katanya!

hidup

setiap langkah kaki adalah jejak petualangan

setiap kenangan adalah masa

dimana waktu tak lagi berkuasa atasnya

kami rindu melukismu lagi

jejak-jejak kaki kami
terlukis di atas punggungmu
jiwa-jiwa kami menyatu rindu
pada batu kokoh tegar abadi,
pada angin genit di ujung tumitmu

pepohonan hijau setia pada siang dan malam,
pada reriak air yang terusik jiwa penat
belantaramu kurindu
dinginmu kunanti,

pada malam berserakan bintang,
terserak pula segala luka
dihijau permadani alas ibu bumi
rindu..rindu ..rindu
hingga suatu waktu nanti
kami kembali
mencari jiwa dan hati kami
yang tertinggal dipuncakmu

jejak-jejak

Iringi kita menuju persimpangan

Dimana ragu menelanmu

bulat-bulat

apa kataNya

Ia diam,

sabdaNya telah dicuri

suaramu

Se-kasur empuk tempat mata terpuruk

Menjelma kantuk

tak terbayang di pelupuk

mimpi yang tertumpuk

seperti apa rinduku

seperti Koran bekas

yang kau tumpuk

di rak bawah

meja tamu

lagi-lagi fatwa

petuah bijak omong sesumbar

dikutuk sumpahi oleh jiwa,

yang mengunyah lidahnya

agar tak jumawa

sudahlah

kepada senyum yang kau umbar,

hati telah terlanjur tawar

maaf

kini, maaf yang tersisa

pun telah larut

dalam luka

yang kau garami

setiap hari

dusta

jiwaku sedang keracunan hebat
karena makan banyak buah norma
yang dijejalkan ke mulut dan perutnya
yang tanpa ampun, tanpa permisi, tanpa henti
sejak matahari masih muda belia
hingga senja mulai mengintip di ujung masa

karena dahsyatnya racun norma itu
ia muntah-muntah dengan hebatnya
hingga mengeluarkan suara-suara
yang dengan kerasnya berbunyi
dusta! dusta! dusta!

lalu keluarlah dari muntahnya itu
berbusa-busa nasihat tentang harga diri
tentang kehormatan, tentang harta dan tahta
yang tertanam didasar segalanya
yang telah mengendap lama berlama-lama

karenanya tak kuat lagi jiwaku,
kembali dimuntahkannya
muak! muak! mmuaaakk!

lalu apa arti ketulusan dan cinta
lalu dengan apa ku maknai aku
lalu apa arti hidup, jika aku tak hidup

kepalanya pusing tujuh keliling
terbayang-bayang pada nanar matanya
tentang kebebasan
tentang kehidupan
tentang mimpi-mimpi
tentang dunia
tentang kesahajaan yang sungguh teduh
tentang api
tentang jalan terjal
tentang hasrat
tentang keringat
tentang pagi dan tentang senja
tentang segala-galanya

termenung jiwa dihantam tentang
lalu terduduk ia dengan lemasnya
menutup matanya yang basah dari dunia
merapal mantra-mantra harapan dan doa
“ya Tuhan, semoga racun itu tak menyebar
sampai ke hati yang begitu luka kini”

sepanjang pulang

versi I :

aku pulang

Diperjalanan kutemui

Rindu meratapi

Jalan pulang

versi II:
aku pulang
kutemui rindu meratap
diperjalanan pulang

tak pernah berhenti berjuang

sejarah tak pernah bisa menolak nasibnya

menjadi saksi perjalanan bisu berliku-liku

seperti batang-batang pepohonan

yang mengukir umur masa pada kulitnya

mengukir prasasti yang tak pernah mati

mimpi-mimpi menangisi sayap-sayap patah

ketika derita telah menjadi candu bagi jiwa

saya berteriak, menyumpah serapah kepada muak

mengumpat marah kepada penat yang sesak

mendaki kembali kata-kata di gunung jiwa

mengumbar seribu tanya menuntut jawab

merentang busur asa memanah matahari

menyapa nasib yang terluka

Jika terlupa akan siapa diri, belajarlah lagi mengeja nama
Kepada sejarah yang tak pernah salah mencatat luka
Nasib tak akan lupa pada takdirnya,

kemana jiwa hendak sembunyi

Ketika airmata telah menjadi asin di sudut hati

Hidup adalah wujud kasih yang menyala pada kelopak-kelopak jiwa

Sekali nafas terhela, pantanglah langkah surut hadapi luka

Kepada perih yang menjelma pada malam-malam sunyi

Hanya kebenaran pintu
kebebasan yang hakiki

gerimis yang tak akan habis

Matamu serupa embun sejuk bening

Juga serupa tikaman belati menghujam jantung

Senyummu serupa kenanga mewangi

Juga serupa airmata yang mengasinkan jiwa

Gerimis merinai pada senja

tatapmu menyimpan rindu basah

Sejak tatapan terakhir menancapkan luka

Kita sama tahu gerimis ini tak akan ada sudah

Ibu

pada masa yang belum terjalani

doamu telah sampai

nantikan saya yang terseok

menanak sepi menggapai esok

pancaroba

musim penghujan berteman musim angin

mengintip badai di ketiak waktu

kurindu puisi yang sahaja

jujur sederhana teduhkan duka

malam tak lagi bicara, diam beribu-ribu bisu

ditikamnya cemas didekapnya jerih erat

tabir gelap menghitam pekat

bermain dusta, nista menjelma kabut

tersesat kian dalam di belantara kepalsuan

mencari cahaya terang jalan pulang, dihantam

tetes hujan dan gigilnya angin musim

pancaroba

pada suatu malam persinggahan

hening malam jadi sarang sepi

saat senja, usai menghitung jejak kaki

lelah tersandar di sudut jiwa

tempat sejuta tombak tertancap, dan

sejarah mencatat segala luka

harap fajar lekas datang

agar sepi tak kian dalam

berjanji pada pagi 'tuk kembali

jejaki langkah-langkah sunyi

meski belum habis lelah terpanggang

pun luka masih menganga merah

Lams dan kopi hitam (tampomas)

kopi hitam secangkir

jadi teman berpikir

sebatang rokok di tangan

terlarut dalam angan-angan

sesuatu yang tertinggal

ketika senja merambati waktu

ketika malam berganti pagi

dan disetiap langkah hidupku

kau tak terganti

antara hari ini dan kemarin

senyum jadi abadi

rindu beku di dinding waktu

kenangan muncul dari kesilaman

aku bersyukur kau ada

:ketika fajar menyingsing,

dan laut masih mengamuk dihatiku

sisa semalam

mati angin

terbenam cinta diam-diam

simpan rahasia pada malam

hanya sepi saja tak mau pergi

angin pun mati

menjemput luka

menjemput sepi

sejenak menepi

diam menepi

ditengah gemuruh roda hidup

kadang terasa ngilu

risau menikam berkali-kali

sekali ini saja

sekedar menepi

sandarkan jejak-jejak letih

: penantian

tentang kenangan

kenangan bersamamu manisku

seperti sangkar dari emas,

begitu indah, namun memenjarakan

jika cinta adalah diam

kata-kata memperkosa ketulusannya,

maka biarlah cinta kunamakan diam

puisi pun terbenam dalam diam

seperti matahari senja yang tertidur

pada belaian jemari malam

seperti matamu

ku cumbui wajahmu

di mataku,

di hatiku,

di benakku,

di harapku,

kau adalah malam natalku

yang tak kunjung usai

seperti kasih mengalir disungai jiwa

seperti bait-bait doa bermazmur pujian

seperti itu matamu

yang ku pahatkan pada tiap bait puisi

hingga mata hati dan jiwa jatuh terkulai

di pelupuk senja yang merah