Total Pageviews

Friday, February 13, 2009

mengigau karena demam pemilu

ada berapa dari kalian
yang setelah selesai kampanye dan pemilu
masih tetap memikirkan...eh sebentar
prosesnya belum selesai, mari kita ulang

jadi begini,
ada berapa dari kalian yang setelah
selesai kampanye, lalu pemilu
lalu bagi-bagi kursi di pemerintahan
lalu bagi-bagi lahan dan kekuasaan
lalu
lalu
lalu
lalu
lalu lupa

terlalu banyak yang harus diingat dan dilakukan

selanjutnya adalah;
lalu masih memikirkan dan melakukan sesuatu untuk RAKYAT?

lalu kapan ada perubahan
lalu kapan majunya
lalu Pancasila?
lalu kapan arwah korban pelanggaran HAM
dapat keadilan sekalipun dalam kuburnya

lalu apa lagi
ah, sudah lalu itu
sudahlah

???

KITA BUKAN WONG CILIK!

wong cilik
adalah seruan
orang-orang
yang merasa dirinya
BESAR

wong cilik
adalah pembodohan RAKYAT
stigma yang dilekatkan
agar tetap dengan bodoh
mau dan bangga
jadi
wong cilik

AKU bukan wong cilik
AKU tidak mau jadi wong cilik

AKU adalah matahari yang panas membakar
AKUlah bintang dilangit dengan kerlip biru
AKUlah topan yang menerbangkan segala
AKUlah tanah yang dingin dan diam
AKUlah gelombang pada samudera
AKUlah bola dunia yang terus berputar

AKUlah RAKYAT yang
BUKAN rakyat kecil
apalagi
wong cilik

AKU PEMILIK NEGERI INI
JANGAN PANGGIL AKU WONG CILIK!

begitulah akhirnya

begitulah akhirnya
jarak dan waktu
menghapusmu

hapus segala
tentangmu

mengendap
rindu sepi
mengenang
luka menggores
abadi, pada
jarak dan waktu

Thursday, February 12, 2009

namamu menitis embun

namamu;
embun pagi
titis dingin malam;
malamku
terbang ditiup angin
susuri lorong;
lorong kenangan
seolah hendak melipat;
jarak, tak juga dekat
lubang hitam
menganga pekat

namamu adalah;
embun yang menguap
di daun telingaku
yang tak lagi;
mendengar
namamu terucap

namamu adalah udara malam
yang pergi dan kembali, membeku
pada dingin malam, agar
menitis embun pada pagi

ngantuk

setengah sadar
sadar setengah
setengah..
sadar,
setengah
modar

SsSSssSSSss

Tuesday, February 10, 2009

berita kriminal

telah terjadi pemerkosaan
korbannya pohon-pohon
di kota-kota, di mana-mana
pelakunya masih dicari
gambar wajahnya menempel
pada tubuh korbannya

tragedi peradaban (batas hutan)

pohonku
hutanku
tak lagi jadi
garis batas
peradaban

kenang gunung kenangan kami

jejak-jejak kaki kami
kenangan abadi di jalanmu
jiwa-jiwa kami adalah rindu
tak usai hingga janji tunai

batu kokoh tegar abadi,
genit angin diujung tumitmu
pepohonan hijau setia
pada siang pada malam,

haus riap riak sungaimu
jiwa lelah kami tumpah
pada liukan lembahmu teduh
belantaramu kurindu
dinginmu kunanti,

malam berserak bintang,
terserak pula segala luka
hijau permadani alas ibu bumi
alas juga ikhlas kami

rindu hijau
rindu batu
rindu biru
rindu kami

satu masa nanti
kami kembali
mencari jiwa dan hati
yang rebah dipuncakmu

Monday, February 9, 2009

licin-licin jadi

lickin'-lickin'
you lickin' my nips
my nips
:licin-licin

kissin' - kissin'
i kissin' your lip
our lips
:licin-licin

"is that ok?", i said
"i'm ok", you fool

"no i'm not ok!"

if you stoppin'
lickin'-lickin'

gemerlap malam muram

dewi malam
tanpa malam
durjana gelar gelak tawa
dewi malam serah jiwa

milikmu ini malam
cahaya lampu tak temaram
hingar musik halau sepi
tubuh dewi laksana api

gelepar riuh liuk tubuh
goda genit detak bertaluh
ada acuh menari angkuh
bimbang hati isi membancuh

nikmat menikam iba
udara menebar tuba
darah mengalir vodka
sambut segala lena

angin pagi menampar
wajah serupa dewi tampak samar
mata nanar lukis memar
menyetubuh langit-langit kamar

Thursday, February 5, 2009

akulah yang merindukanmu

akulah yang rebah diantara hijau lebat rambutmu
jadi batu diantara likaliku lekuk tubuhmu
mengecup garis lengkung punggungmu
adalah damai paling purba dari semua perjalanan

akulah yang terkapar dalam doa
menembangkan kidung syukur paling agung
pada ujung-ujung telinga kawahmu yang gemuruh
tunaikan janji pada puncak puting susumu

akulah yang mengenang dan merindukanmu
diantara belantara rimba beton gedung angkuh dingin
sekali lagi kuingat betapa gigil tubuhmu begitu hangat
terbakar binar matamu; api unggun kecil di lingkar para sahabat

sampai nanti kita bersua kembali

hitam rambutmu adalah tanah ladang petani
di tepian antara ranupane dan kaki mahameruku

harum tubuhmu, wewangi rumput liar selepas hujan sore
ditepian tanah lapang disisi bukit argopuro memerah

matamu, dalam dan teduh ranukumbolo tak terbayang
kabut tipis yang turun perlahan menjarakkan sudut pandang

pucuk-pucuk edelweiss mekar di mandalawangi
putih abadi mengenang riang tawamu yang bebas kelangit luas


ada rindu yang kutanam ditiap garis lengkung tubuhmu
membuat putus asa saat pendakian sebentar lagi berakhir

aku mencarimu dan terus mencari-cari
pada untaian daun dan butir bening embun terbakar matahari

ada doa dan harap pada tiap jejak kaki
agar kau dan hijau kenangan itu kelak abadi
saat kita bertemu kembali

Monday, February 2, 2009

karena semua akan baik-baik saja

jika saja kau tahu
bahwa setiap tetes air mata
dan setiap ruas kesabaran yang tumbuh
dari tumpukan busuk luka dan koreng masa lalu
akan jadi senyummu yang paling manis yang tak dapat pupus
bahkan oleh badai paling garang sekalipun
dapatkah kau bertahan?
dari himpitan waktu
dan tembok-tembok kamarmu
yang bisu dan tuli?

jika saja kau paham
kesunyian yang mengerogoti
malam-malammu
adalah obat mujarab untuk
menyembuhkan kesakitanmu
yang disebabkan dendam dan kecewa yang menahun
maukah kau berdamai dengan waktu?
meletakkan semua kebencian
dan kerinduan yang kini jadi api

semuanya akan baik-baik saja,
percayalah dan teruslah bertarung
tanpa lelah

roman parfum murahan

kau serupa parfum murahan
yang ku semprotkan di pangkal pangkal nadi
dan urat leher dan setiap lekuk tubuhku
tapi harummu sebentar lalu pudar, lalu
menyengat hidung dan menyesakkan dada
saat harummu bercampur bau badanku
ketika amoniak mulai diproduksi ketiakku yang basah
hilang sudah, harummu tak lagi ada
tinggal bau badanku telanjang karena ketiak yang basah
oleh keringat yang keluar saat menyetubuhimu