Total Pageviews

Tuesday, April 28, 2009

kopi hitam

saat tiba pagi
aroma kopi
hangat di hati
aku rindui;

manis senyummu
yang tak tertahankan itu

jika demikian maka biarlah

bagaimana lagi kami harus melihatmu
jika dusta dan serakah jadi menu
yang harus kami kunyah setiap hari, sementara
kolong-kolong jembatan dari dulu hingga sekarang
tak pernah sepi penghuni
kau biarkan saja gembel-gembel dan anak jalanan
mengunyah malam demi malam ditiap persimpangan
lampu merah kotamu
pinggiran kali kumuh yang airnya sudah lama berhenti mengalir
baunya sanggup merusak semua mimpi dan impian anak-anakmu
tak pernah kehilangan pesonanya
masih saja memberi mimpi bagi orang-orang kampung
yang rela menjual sawah dan kerbau sumber penghidupan
demi gemerlap kehidupan kotamu yang mereka lihat di televisi balai warga
dan kau masih berkoar-koar mengirimkan undangan kematian kepenjuru negeri
ya, kau bung!

kau pikir ini negeri punya bapakmu!
jadi kau bisa bagi-bagi warisan dengan keluargamu setelah bapakmu mati
dan kami adalah peminta-minta di depan pintu rumah mewahmu
dan kami adalah pencuri yang mengintai dapur dan kamarmu
dan kami adalah tikus-tikus di bawah lantai rumah yang berharap remah roti
jatuh dari meja makanmu

jika demikian kau berpikir
bagaimana lagi kami harus melihatmu

jika demikian, maka bersiap-siaplah!
demi mimpi-mimpimu yang memakan mimpi-mimpi kami
demi rumah mewahmu yang berhalaman luas dan berpagar tinggi
yang tak mampu kami kunjungi untuk melihat bagaimana keadaanmu,
"baik-baik sajakah kau" atau temboknya sudah menelanmu mentah-mentah
demi mobil mewahmu yang bikin marah disetiap kemacetan jam pulang kantor
dan suara sirene pengawalmu tak henti-hentinya mengusir kami pembayar pajak negeri ini
demi pelacur-pelacurmu yang adalah teman atau saudara kami
yang kau lempar ke klab-klab malam dan pinggir-pinggir jalan
setelah mimpi bapak ibunya kau tipu digemerlap lampu kotamu
demi segala yang kau cintai yang belum tentu kami perduli

karena demi,
luka-luka kami
anak-anak kami
saudara dan sanak kami
impian kami
tanah dan air kami
demi kemerdekaan dan kedaulatan
dengan tidak mengurangi rasa percaya atas diri sendiri
dan meninggalkan segala bentuk pemberhalaan
dengan bangga dan busung dada, kami angkat bicara :
"kami tidak akan pernah lagi mempercayaimu!"

Monday, April 27, 2009

mengingatmu

serupa senja
saat tiba musim bunga

serupa asap dupa
mengaliri udara
mendiami
mimpi-mimpi

serupa malam
diam
tak mau pergi

Thursday, April 23, 2009

mencintaimu

buatkan aku
secangkir kopi
hangat
dari matamu

Tuesday, April 21, 2009

Dewan Legislatif

legalisasi penipuan
oleh kekuasaan

solilokui- (puisinya Saut Situmorang, Dahsyat!)

makna macam apa yang
bisa didapat dari hitam aspal jalan jam 12 siang?
bungkus rokok dan taik anjing
di trotoar bicara soal duit dan nasi
yang mesti dimiliki setiap hari.
di negeri kaya tapi miskin begini
jutaan bungkus rokok dan taik anjing
tercecer di trotoar jalan kota kota
cuma jadi jutaan bungkus rokok dan taik anjing.
sinis, katamu menanggapiku.
tak ada yang mengejek siapapun di sini.
soalnya cuma ---
mungkinkah menulis puisi
dari hitam aspal jalan jam 12 siang?
asap kotor sehitam pantat kuali
tergantung antara langit dan bumi
kentut busuk knalpot knalpot keparat
yang hiruk pikuk di sekitarmu.
siapa yang minta anugrah mewah ini!
debu beracun mengejarmu sepanjang hari
dan malam datang
membawa nyamuk nyamuk bangsat
yang sanggup mengantarmu ke liang lahat!
puisi? Bagaimana kau bisa
menulis puisi tanpa bicara tentang semua ini!
bulan hanya indah
kalau lagi purnama
dan dilihat dari belakang kaca jendela rumah!
di luar mungkin ada maling
yang sembunyi di balik tanaman mawar binimu
menunggu dengan belati setajam lapar seminggu.
atau seekor ular berbisa
melata di rumput dekat jendela
tergoda burung hias mahal dalam sangkar
yang kau gantung di ruang tamu.
maling dan ular lapar pun
pantas kau masukkan dalam puisimu.
pengemis itu jelek
jorok dan bau. teteknya berkurap
berpanu
tapi putingnya memancarkan
air susu
sehat bagi puisimu.
tak perlu kau malu
jadi anak ibu itu.
dan anak anak bawah umur
yang berkeliaran kayak setan
di antara sedan sedan di persimpangan jalan
berteriak teriak menjual majalah dan koran
atau berkerumun di depan restauran
berlomba siapa lebih dulu menyemir sepatumu
demi satu dua lembar rupiah lusuh
menyikut sekeping nurani
yang tercecer antara nasi goreng dan
kentucky fried chicken
di meja di depan mata
di ujung air ludah
30 centimeter dari baju pacarmu
yang terbuka dadanya
anak anak setan itu
adalah dupa dupa wangi
yang kau perlu untuk membuat suci
altar keramat zikir baris baris puisimu.
bangsat, kau menguap sekarang!
aku tidak terlalu akademis bagimu!
aku tidak terlalu stylist
atau postmodernist
buat kantong seleramu yang borjuis!
the fetishism of taste!
di negeri ini aku lahir
karena cinta
tambah birahi menyala nyala.
waktu kecil aku mandi hujan
main becek main layangan nyemplung di paret depan rumah
cari ikan sebesar jari tangan
dan waktu mandi di sungai berair kuning
gatal dan bersampah
kawanku menangkap seonggok taik yang mengapung
dan melemparkannya ke arahku!
aku merunduk
menyelam ke dasar sungai, hehehe…
aku anak negeri ini
aku makan duduk di tikar di lantai
pakai tangan tak kenal sendok garpu
sampai sekarang tak malu aku makan begitu
walau sudah bertahun di negeri steak dan sandwich merantau.
menguaplah kau terus.
kalau perlu improvisasi dengan kentutmu
biar lebih seru.
pernah kau berpikir
kenapa tentara dan alim ulama
begitu berkuasa di negerimu?
Indonesia adalah republik pistol dan kitab suci!
kenapa kau tidak jadi jendral atau kiai saja
ketimbang memilih cuma jadi penyair
yang cari sesen duitpun tak sanggup mikir!
pernah kau bayangkan
jangan jangan binimu pun sudah mulai yakin
jendral dan kiai jauh lebih meyakinkan
nulis puisi daripada kau sendiri!
sialan!
rembulan dan anggur merah
tak mampu lagi memperkuat cinta
apalagi memperindah rumah tangga.
aku penyair negeri ini
menulis pakai bahasa negeri ini
sudah waktunya bicara soal negeri ini.
haiyaaa…

1999

saut situmorang

biarkan saja

biarkan aku apa adanya
agar jiwaku kau lihat juga
seperti wajahmu yang merona
saat kita dulu berjumpa

seperti kemarin juga hari ini
biarkan saja aku menjadi
berharap yang kutanam pohon abadi
suatu hari nanti pucuknya mengenggam matahari

biarkan aku memelukmu
agar semua luka didadamu
semua duka di dadaku
jadi satu

Friday, April 17, 2009

terjaga

malam tidur pulas
mendengkur keras
disisi ranjang sepi
sajakku sembunyi

Wednesday, April 15, 2009

sepanjang perjalanan

aku adalah topeng
dari setiap ketakutan dan ngeri,
dari luka dan nestapa dari dosa
aku beribu bentuk tak satu pun diingini
sepi jadi bayang-bayang mengintai
seperti mati

lorong-lorongku sunyi di rongga dada
ada neraka di jantungku,
gemetar karena gelisahku memamah
berjalanku sendiri menuju kesilaman waktu

deret pohon adalah romansa dalam bisu
berbaris rapi menghibur sudut mata yang lelah
entah, ku rasa ada damai di bawah dahannya
beberapa supir angkot menggantung mimpi di rerantingnya
menjaganya sambil rebah diatas tikar anyam usang yang
sudah sedikit hitam jeraminya
aspal jalan pun tak lagi medan pertempuran yang garang
semua lelap, senyap

aku adalah topeng yang iri ketika
kucuri bisik-bisik gembel dan pemulung yang
asyik ngobrol di samping gerobaknya
menunggu pagi sambil makan angin, makan angan
gratis! sampai kenyang
trotoar jalan kita punya, tak usah risau tentang apapun itu


aku adalah topeng retak
yang kuat-kuat sembunyi dan bertahan
dari hantaman waktu dan perjalanan yang
tak tahu kapan usai

aku adalah topeng
topeng adalah aku
dalam bayang-bayang
masa lalu, yang
mengirim cemas
pada hari esok

Monday, April 13, 2009

air mata air

di kotaku
banjir airmata
di tanahmu
tak ada mata air
tapi tak ada
air mata

kemarin kau menangis

kemarin kau mengiringku
dengan tangis
lalu kau sambut pula
dengan tangis
bedanya hanya rindu; dan
kesal

Wednesday, April 1, 2009

kepada semeru

mengenangmu adalah anugerah
menginginkanmu adalah siksa
mimpi sudah kularung
tinggal tunggu waktu menjemput
jika tak hari ini menjadi
hari nanti sudah tentu

kepada penyair

penyair, sampai jumpa lagi
aku pergi mendaki
menapak ke tanah yang tinggi
semoga kau tak sepi

kalau kau bosan bacalah jejak kemarin
lalu hitunglah gurat kerut kening
beberapa waktu yang lalu begitu mesra
mengukir kerut lengkung di garis mata

kau adalah kenangan yang mengantarku pergi
jadilah hari ini kau kenang esok hari

ruang kosong