tangismu adalah
klaim!
atas luka-lukaku
kau bilang; "sayang,
kau tak punya
airmata"
Wednesday, September 30, 2009
Tuesday, September 29, 2009
aku punya mimpi
aku punya mimpi
di matamu
teduh luruhku
menggapai-gapai
kemerdekaan di sudutnya
malam yang melelahkan
sudahlah,
aku punya mimpi lain
ku simpan jauh-jauh di dalam
jantungku yang koyak setengah
tapi aku masih punya mimpi
di matamu
teduh luruhku
menggapai-gapai
kemerdekaan di sudutnya
malam yang melelahkan
sudahlah,
aku punya mimpi lain
ku simpan jauh-jauh di dalam
jantungku yang koyak setengah
tapi aku masih punya mimpi
Friday, September 25, 2009
Thursday, September 24, 2009
selamat lebaran Jakarta!
wajahmu tua
dalam hening gedung-gedung tinggi, yang
menancapkan sunyi seolah mati
sejenak termenung, dalam
pesta kembang api dan gema kemenangan
menanti kabar dari kampung
berapa lagi sanggup kau tampung?
dalam hening gedung-gedung tinggi, yang
menancapkan sunyi seolah mati
sejenak termenung, dalam
pesta kembang api dan gema kemenangan
menanti kabar dari kampung
berapa lagi sanggup kau tampung?
Thursday, September 10, 2009
pernahkah kita saling cinta?
apakah kita saling mencintai, atau pernahkah?
ketika malam-malam yang kita lalui begitu sepi dan
keluh kesahmu meramaikannya, dan
kepalaku terbakar birahi menjilati sekujur tubuhku
apakah itu ciuman perpisahan atau awal perjumpaan,
apakah ciuman itu? ah, tak pernah terpikirkan
karena ciuman itu lebih penting
dalam setiap pelukan dan
tubuhmu hangat membungkus nafasku
aku pernah kehilanganmu dan
kecupan-kecupan itu tiba-tiba kurindukan
ketika malam-malam yang kita lalui begitu sepi dan
keluh kesahmu meramaikannya, dan
kepalaku terbakar birahi menjilati sekujur tubuhku
apakah itu ciuman perpisahan atau awal perjumpaan,
apakah ciuman itu? ah, tak pernah terpikirkan
karena ciuman itu lebih penting
dalam setiap pelukan dan
tubuhmu hangat membungkus nafasku
aku pernah kehilanganmu dan
kecupan-kecupan itu tiba-tiba kurindukan
Wednesday, September 9, 2009
kopi hitam
batang-batang pohonmu
adalah sejarah panjang penjajahan
butir-butir bijimu, keringat
yang tumpah di tiap jengkal ladang di sumatera
secangkir sarimu adalah buruh tani
yang mengharumkan negeri hingga pelosok bumi
lalu ampas tinggal jadi bekas
adalah sejarah panjang penjajahan
butir-butir bijimu, keringat
yang tumpah di tiap jengkal ladang di sumatera
secangkir sarimu adalah buruh tani
yang mengharumkan negeri hingga pelosok bumi
lalu ampas tinggal jadi bekas
Monday, September 7, 2009
hilang
masa kanak-kanak,
tak lagi kuingat penuh
semakin jauh,
waktu menggeretnya kelubang hitam
satu
satu
tak lagi kuingat penuh
semakin jauh,
waktu menggeretnya kelubang hitam
satu
satu
kaos bergambar wajah Yesus
O Yesus
aku pulang
pinjam wajahMu ya
agar Ia tak lupa
padaku
sebab
sudah lama
aku tak pulang
aku pulang
pinjam wajahMu ya
agar Ia tak lupa
padaku
sebab
sudah lama
aku tak pulang
Wednesday, September 2, 2009
Indonesia tanah tumpah darah dan negeri tanpa wajah
tanah dan air tumpah darah,
kami rebut dari penjajah
pemuda pemudi bersumpah
satu di ribaan bendera kami yang gagah
itu tanah, itu air Indonesia Raya
tanah dan airmu adalah hadiah
sebagai negeri boneka yang terjajah
jangankan darah, keringatmu pun tak tumpah
tak ada belulang tak ada darah yang memerah
negerimu hambar tanpa lembar sejarah
kami rebut dari penjajah
pemuda pemudi bersumpah
satu di ribaan bendera kami yang gagah
itu tanah, itu air Indonesia Raya
tanah dan airmu adalah hadiah
sebagai negeri boneka yang terjajah
jangankan darah, keringatmu pun tak tumpah
tak ada belulang tak ada darah yang memerah
negerimu hambar tanpa lembar sejarah
jakarta
kota yang bising,
terbangun dari seribu sepi
dari lamunan
berjuta mimpi dan nyeri
gedung-gedung menjulang sepi
pejalan kaki yang sepi
penumpang bis yang sepi
pengendara yang sepi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
para pekerja yang sepi
pengamen dan gembel yang sepi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
aku menuai sepi
ah, sungguh ramai sepi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
begitu bising!
terbangun dari seribu sepi
dari lamunan
berjuta mimpi dan nyeri
gedung-gedung menjulang sepi
pejalan kaki yang sepi
penumpang bis yang sepi
pengendara yang sepi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
para pekerja yang sepi
pengamen dan gembel yang sepi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
aku menuai sepi
ah, sungguh ramai sepi
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
begitu bising!
seperti adanya
disinilah aku
berdiri dengan susah payah
di sisimu,
dengan cinta dan air mata yang
mengaliri sungai sunyi di hatiku
tak seperti malaikat yang akan memelukmu
dengan sayap-sayapnya yang rindang
aku adalah karna, terlahir hina, yang
berusaha tegak diantara kenyataan dan sumpah setia,
yang tegar berjalan di jalan panah,
airmata kusimpan jauh di lubuk maha dalam
hanya jiwa rela terbuang
relakah kau melangkah?
berdiri dengan susah payah
di sisimu,
dengan cinta dan air mata yang
mengaliri sungai sunyi di hatiku
tak seperti malaikat yang akan memelukmu
dengan sayap-sayapnya yang rindang
aku adalah karna, terlahir hina, yang
berusaha tegak diantara kenyataan dan sumpah setia,
yang tegar berjalan di jalan panah,
airmata kusimpan jauh di lubuk maha dalam
hanya jiwa rela terbuang
relakah kau melangkah?
Subscribe to:
Posts (Atom)