Total Pageviews

Friday, September 26, 2008

totalitasmu mana

jika memang perjuangan ini harus
jika memang tulus
luka tak terperi bawalah sendiri
tanpa siapa di sisi

abadi

cinta tak lagi kata-kata
ia senyap seperti;
lembayung setia
pada ribuan senja
di carut gurat wajah
separuh baya
usia pertiwi

Wednesday, September 24, 2008

mata panah

tatap matamu mencumbu
membelai sepenuh rindu
detak jantungku tanggal
terpenggal matamu binal

angin berhembus

musim berganti musim angin berhembus menembus jaman
tunas-tunas muda bersemi sayang yang tua tak terganti

resah jadi bara api
melawan harus atau terseret arus

melawan HARUS!

ketika sebuah proses pembelajaran tak lagi dihargai
ketika semua pintu dan jendela tak lagi dibuka
ketika ruang aktualisasi hanya ilusi
ketika rakyat dimiskinkan dan tak dapat lagi menjerit
ketika kaki lima, pelacur dan gembel dilempar ke got dan parit-parit
ketika rakyat di tindas di depan hidungmu
maka pemuda harus bergerak dan melawan

ayo turun ke jalan!
ayo hadang senapan
di popor di hujam hingga lebam
tak cukup peluru dan meriam
kami menolak diam!

*(gabungan dari beberapa puisi lama dengan sedikit improvisasi)


telur

tak mata sapi
pun telur dadar
tak asin
tak pula manis
atau masam

tak pedas
tapi
tak enaklah!
itu,
telur kejepit

Tuesday, September 23, 2008

ketika pagar-pagar kampus tak lagi menahan


kamilah yang lari dari mimpi-mimpi indah fatamorgana, yang terbuai nyanyian sumbang ribuan hati yang geram terbungkam,

kamilah yang melompati tembok dan pagar-pagar rumah, ketika wajah-wajah menunduk malu di hadapan nasibnya sendiri, pesakitan yang ditindas tanpa batas, kempis dihisap sampai puas

kamilah yang menempuh sudut-sudut bahaya, menghalau segala sunyi di jalan mulia, yang diberi gelar kehormatan penjahat dan pelanggar hukum, di negeri yang tanahnya tak pernah kering oleh darah bangsa sendiri

kamilah yang meninggalkan cinta tak terkira dari rahim ibunda mulia, jadi caci maki dan sasaran panser serta moncong senapan para penjaga garda depan sejarah yang suci hama,

di dalam jantung ada (sepucuk duri) gairah menunggangi (seribu riak ombak) darah yang bergelora,

persetan kau tuan onar, persetan dengan semua serdadumu!

diam bukan jalan keluar dengan nyawa semua terbayar,

luka kubawa dalam dada, ketika tangan-tangan kelaparan mengapai-gapai surga yang tuli dari takdir yang terbuang di ujung demokrasi

Friday, September 19, 2008

puisi tanpa kata

aku penyair tanpa pena,
indahmu ku tulis tanpa kata
kenangan berserakan
di setiap sudut titik dan koma
aku tak sempat memungutnya
bait-baitku tak sempurna
puisiku tanpa kata

selamat bermimpi

selamat malam,
cepatlah tidur sayang
ada puisi cinta
ku tulis untukmu
di dalam mimpi

selamat tidur
selamat membaca

sendiri

puisi datang
puisi pergi
mata pena
tergeletak
tanpa kata

Tuesday, September 16, 2008

tiket murah

paket murah ramadhan
tiga puluh ribu rupiah
tiket satu arah, rute:
pasuruan-alambaka

tuan tumpuk pahala
di atas antrian kepala

bau badan kami adalah berkah
keringat kami serupa zamzam

nasib kami adalah jalan lurus
pintu menuju surga bagimu, tuan

Monday, September 15, 2008

deret pohon depan istana

deret pepohonan depan istana adalah pohon sejarah yang bisu
pada dahannya rimbun reranting memendam seribu cerita luka
dari setiap tragedi yang silih berganti datang dan pergi
menitipkan setiap kesah luka dan airmata yang tak tertampung
tercecer dijalan-jalan, pada butir-butir keringat yang menguap
berkali-kali angin meniup daun-daunnya, berharap segala duka yang tersangkut
pada ranting-ranting pohon sampai ke balik tembok istana yang putih itu
tapi tak satupun angin kembali, kabar gembira hanya bualan belaka
jadi mimpi memuakkan dalam warna warni pucat pudar tanda usang
menteror malam dengan liur yang mampu membunuh sebuah negeri

luka-luka dan airmata kering dalam penantian
mati tanpa pusara
terkubur pada nasib yang berkali-kali terjerembab
jadi bulanan lubang-lubang jalan
yang dibiarkan mengangga tak sempurna

Monday, September 8, 2008

sebuah kerinduan

dedaunan gugur
reranting kering
pepohonan tua

dedaunan jatuh menjemput bumi
reranting sendiri menggapai-gapai langit
pepohon tegak pada carut kerutnya
melawan usia dan segala cuaca

rindukan kicau pada dahannya

Friday, September 5, 2008

mimpi mampus

mimpi-mimpi
gelap gulita
mati lampu hati
nyali tak nyala

Thursday, September 4, 2008

ciuman pertama

serupa rokok yang dihisap
lalu tinggal dan membekas
pada dinding rongga dada

menjadi candu
di bibir yang rindu

Wednesday, September 3, 2008

menggenang darah

merah
putih

basah layu

diujung pilar
pudar tak berkibar

menggenang darah
pada sejarahnya

peluru-peluru
menari, menari
di kepala, dada kami

sekuat hati

tanah ini
air ini

hidup kami
keringat kami
air mata kami
marah kami
tawa kami
bosan kami

leluhur kami
anak-anak kami
mimpi-mimpi kami
harapan kami

bumi ini
langit ini

ibu kami

dekap penuh bara
tak lagi lepas
hingga nafas, jiwa
tak lagi hangat pada raga

Monday, September 1, 2008

kepak sayap kata

kerinduan mengalir di setiap urat nadi
pada setiap desirnya mengembang kempislah jantung
memompa setiap lirih hingga panas pelupuk mata
jadi airmata yang mengalir hangat sepenuh sunyi

saat kata-kata yang kau kirim bangkit dari kematian
jadi sayap menuju terang cahaya, nyali tumbuh
di taman sepi