melupakanmu, pun mengingatmu
ketika kopi dan puisi tak lagi mampu mengusir wajahmu
bahkan mimpiku pun tak mampu mengasingkanmu
kalau rindu punya sayap, tentu sudah gaduh hatiku
oleh kepak sayapnya
:lalu aku memilih menerima semuanya
dan kau,
melangkahlah terus sampai kau lupa
kita pernah sama-sama pergi dari luka
tahukah kau?
aku mulai belajar anatomi, mengenal kembali
sosokmu, wajahmu, keningmu, matamu, bibirmu
sebab aku tetap ingin tahu jawabannya
:mengapa rinduku tak punya waktu
untuk tak mengingatmu
menyapamu mungkin bukan hal yang romantis
tetapi pada bagian itu aku selalu ingin menetap
dan berlama-lama berbicara denganmu
sungguh kau terlihat lebih manis ketika itu
aku memilih (lagi-lagi) menulis puisi
agar malam tak terasa makin sepi