Wednesday, June 15, 2011
nostalgia (pendakian ke Gunung Slamet)
1.
salam perpisahan sang kekasih adalah doa
di stasiun kereta malam perjalanan dimulai
kereta malam mendengus bersiap, menembus gulita
tinggalkan ibu kota pergi jauh, sejauh-jauhnya
membawa segala keceriaan dan harapan
siap-siap, ayo berangkat!
2.
pagi-pagi sekali di stasiun purwokerto
udara subuh menyapa dingin para penumpang
suasana sepi aroma kota kecil sederhana
pagi yang sempurna
hati yang tak sabar perut yang lapar
melonjak keluar menuju warung yang menanti sabar
hei pendaki, selamat jumpa!
3.
naikkan carrier matahari sudah bangun
lanjutkan perjalanan menuju kaki Slamet
kota ini menggeliat, anak-anak sekolah, pedagang pasar,
petani yang bersiap menuju ladang
orang-orang yang apa adanya
(benih-benih kerinduan ini mulai tumbuh jadi bunga kenangan)
apa kabar bangsaku!
4.
ladang ladang yang baru ditinggalkan embun
wangi tanah wangi rumput di udara sejuk segar
pohon-pohon pinus menjulang riuh burung-burung di dahannya
waktu berkirim kabar, kaki gunung itu terjelang juga
menjulang angkuh si tua bangka, kepalanya botak bertopikan awan
ha ha siap-siap kawan!
5.
perbekalan disiapkan, juga jiwa dan nyali
pendakian akan dimulai, dengan doa-doa seadanya
minta lindungan dan selamat, mampus kau pendaki!
bau ini kotoran sapi, bekal tambahan agar kau tetap sadar
ya ya, nikmatilah selagi bisa, doa seadanya kok minta selamat!
ah bau ini menusuk sekali bung @#**_*(&^!
6.
perhentian pertama adalah pintu hutan
menikmati rumput yang basah, badan yang basah
bibir dan tenggorokan juga basah
ladang kentang dan pematangnya batas
antara desa dan hutan cemara raya
ah, sungguh tempat impian,
mata berkunang-kunang, ah, angin sialan!
jangan bawa semangatku terbang
jangan lupakan aku, bawa juga aku
ayo bangun, kita jalan lagi!
7.
langkah kaki semakin berat
jalan setapak ini tak kenal kasihan
sementara awan mengintai dibalik pepohonan
hei matahari, mengapa kau pergi, celaka!
hujan lalu turunlah, senja yang basah dan suram
sedang perjalanan belum sampai di peristirahatan
dingin ini menggasak nyali, jahanam.
berhenti dan bangun tenda secepatnya!
8.
Ahh, akhirnya!
berkat gigil, bersatu
dan bapak pedang jepang
tenda menatap angkasa
di sebelah belantara,
meski mabuk tampangnya
namun lihai bawa letih
pergi ke alam mimpi
berhangat-hangatan
dengan sang kekasih
9.
Hey matahari yang masih tidur
di balik kabut pagi
dalam doa tenda terlipat sudah
usai kopi, kudapan dan rokok
melangkah kembali kami mesti
dengan semangat di hati
dan carrier di punggung,
yang di tulang laksana duri
menuju leher slamet
yang dekat di mata, jauh di kaki
10.
tikungan demi tikungan
tanjakan yang memang dari awal tak pernah habis
memakan perbekalan udara dalam paru-paru
"..oOo alah Met.. met, kok koyo ngene toh awakmu, wuua..suuu?!"
separuh hari antar kami di rumah singgah
bangunkan api si api unggun
hangatkan rumah papan, hangatkan suasana
kembali dengan canda, ah pendaki
dimanapun berjumpa
kita semua adalah saudara
11.
malam yang dingin jadi hangat
di lereng tebing gubuk kayu adalah rumah
secangkir kopi dan beberapa batang rokok
obrolan akrab, ah suasana ini kapan lagi
bicara tentang besok pagi dan puncak para pendaki
kau, aku, gunung ini, hutan ini adalah satu
selamat tidur kawan, mimpi indah!
12.
pendakian puncak dimulai
kembali doa-doa mengudara
kali ini tidak seadanya, mohon keselamatan dan lindungan
sungguh-sungguh!
gunung ini tidak main-main rupanya
sebatu demi batu terlewati, puncak dan matahari dijelang
semakin dekat dan akhirnya,..
tanah tertinggi di bumi jawa bagian tengah
kami sampai!
kau, jangan tanya rasanya seperti apa,
sekali lagi jangan, karena tak dapat ku jawab
hanya saja, ada rasa sayang menyelimuti, sayang sekali
ah bumiku!
oleh:
thomas dan anes yang merindukan pendakian berikutnya
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Mantap brayyyy...Rinjaniii lahhhh!!!
* remembering Bp. Samur(a)i
hahahaha.... si pedang jepang itu, menyelamatkan kita dari gelisah malam (ayo berangkatlahhhhh nes)
Post a Comment