Total Pageviews

Monday, October 10, 2011

ini bukan reality show

bulan purnama yang hangat
dan gemintang biru di langit
tak lagi indah dalam puisiku
sudah tak ada lagi aroma bunga
dalam rima dan bait
nafsu dan hasrat hilang jiwanya
kini puisiku kotor
hanya mencaci maki nasibnya
yang tak bisa berpaling lagi
tidak bisa lagi untuk tidak bicara
tentang penindasan oleh bangsa atas bangsanya sendiri
rasa muak yang mencekik leher ketika koruptor dan tukang suap jadi bintang televisi
dan partai politik berlomba-lomba mencari tempat di gedung dewan dan kursi menteri

dan bangsaku
dan negeriku
dan rakyatku
ada anak-anak yang menderita gizi buruk dan mati
masih banyak anak-anak masa depan yang mimpi untuk sekolah
lalu buruh yang kini hak-haknya di ambil alih serikat buruh dan LSM gadungan
lalu para tani di desa-desa yang nasibnya tak pernah berubah sejak dulu kala
lalu para cendikiawan dan ilmuwan yang pergi keluar negeri karena disini tak berharga ilmunya
lalu warga kota yang sempit gang rumahnya, yang banjir sampai atap rumah ketika musim hujan tiba
lalu desa-desa yang tidak berkembang karena ditinggal pemudanya yang kesepian
jadi petualang di kota
lalu warga pedalaman yang hilang hutannya lalu demonstrasi di jalan-jalan karena hasutan sekelompok orang yang tidak dapat jatah atas hutan yang hilang itu
lalu segelintir agamawan dan pejabat daerah yang menindas orang-orang Kristen yang hilang hak ibadahnya,
lalu teror yang terus menerus menghantui tanpa bisa dilacak, ada juga teror terang-terangan yang tak perlu dilacak tapi juga dibiarkan begitu saja

aku lihat lagi langit malam ini, ada purnama di situ
ternyata sinarnya tak lagi hangat
ada bintang-bintang di situ yang hilang daya tariknya
ah, puisiku kini gelisah dan marah

No comments: