Monday, December 22, 2008
bebaslah
wajah duka
ketika
salam perpisahan
hinggap di telinga
nyeri menujam
telapak kaki
dada kembara bergetar
menanggung ragu
perjalanan pulang
sore itu
hujan tak jemu
membasuh wajah bumi
temaram langit jadi saksi
muram jiwa
melawan durjana
kehendak hati
melawan mati
patahkan jarum-jarum jam itu
berjalanlah selamanya tanpa waktu
tembok-tembok fana
airmata fana
luka-luka fana
berjalanlah selamanya
tanpa batas waktu
bebaslah
merdekalah
terbanglah
menarilah
Wednesday, December 17, 2008
membunuh sepi
kau berkeliaran dalam telepon gengam
sesekali kau mampir ke tempatku
tanpa ketuk pintu kau masuk kedalam kamarku
duduk manis disebelahku lalu rebah dibahu kiri
apa yang kau cari disitu?
dalam hangat peluk dan ciumku
hanya ada selingkuh menunggu
ah , dadamu masih saja mengusik
sedang kau tampak asyik
bermain-main dengan luka
Monday, December 15, 2008
terlena
menari-nari menggoda malam
agar tetap tinggal di dadanya
lupa pada pagi yang menunggu, malam
tersesat di lembah yang hilang ditipis cadar
perempuan dengan aroma surga pada lehernya
menyobek-nyobek udara sekitar
tak sadar tuan telah lena, dalam
diam mabuk wajah sang putri
Friday, December 12, 2008
puisi anjing
di paksa pergi
karena dia anjing
bukan kucing
tak apa
lebih baik pergi
daripada jadi kucing
selamat jalan kiki
sampai jumpa lagi
Tuesday, December 2, 2008
Friday, November 28, 2008
balada malam mabuk
aku akan tetap mengenang dan mencintaimu, seperti saat kita saling mencuri hati lewat belaian-belaian tangan dan kecupan-kecupan penuh hasrat yang tertahan oleh daster dan pakaian dalam yang tergantung dibelakang pintu kamarmu, sayang kita tak pernah mewujud sepasang kekasih. Airmata yang kau titipkan padaku, masih ingatkah sayang? kusimpan baik-baik jauh dari jangkauan kucing atau pengganggu lainnya, mungkin nanti akan berguna sebagai penanda seberapa jauh perjalanan kita lampaui. Dan,
aku akan tetap menyesalkan malam yang selalu berganti pagi, ketika pagi setiap hari semakin membawa jarak bagi kita. Dan malam, malam jadi semakin jinak oleh ruang dan waktu yang selalu tak perduli.
: hanya saja sesekali aku tersadar dan bangun dari mimpi dan kau bukan disisiku, itu saja.
Thursday, November 27, 2008
angkuh
tinggalkan buih di bibir lambung
riak selamanya tak akan mengerti
mengapa ombak sesekali mengamuk,
biar sajalah...
ego adalah aku,
terkutuk untuk tak dapat mempercayai
eksistensi adalah penyangkalan
kertas tetaplah kertas
sudah kukatakan puisi itu tak bernoda kata-kata
Tuesday, November 25, 2008
tanah air
terus mengalir
hingga padi kuning berbulir
gunung dan lembah adalah penjaga
mataharinya adalah tungku penghangat
angin dan cuaca teman bermain
lautnya adalah gelora jiwa
sungainya adalah urat nadi
danaunya adalah jantung hati
tanahnya adalah ibu
airnya adalah susu
kelak buminya adalah makam
rumah jiwa dan raga bersemayam
*tergugah oleh "Loh jinawi Indonesia" karya Anez
pencuri
di ladang kata
yang penyairnya tertidur
ia tak sadar
puisi telah lebih dulu
mencuri hatinya
Monday, November 24, 2008
sampai tutup mata
bulat
telanjangi
mata kepala
menujam
mata hati
gemetari
mata kaki
arungi
mata air mata
nikmati
matahari
sampai
tutup mata
Friday, November 21, 2008
kabar angin
camar-camar riuh menyambut layar
karena hati hilang sabar
patah sudah tiang layar
tempat cinta dulu berkibar
perlabuhan menunda kabar
hanya serpih berai tercabar
berharap pantai tubuh mendampar
Thursday, November 20, 2008
teriak tanpa merdeka
di bawahnya ada putih lalu merah
mandi pagi matahati
pada terang matahari
bangga ingat kakek dahulu
dimasa muda perang gerilya
menghadang peluru diruncing bambu
demi kibar sang saka dilangit raya
dulu teriak merdeka dengan bangga
kini tak lagi teriak merdeka
tinggal teriak tanpa merdeka
karena rakyat hilang merdeka
Wednesday, November 19, 2008
dada ini bara
dirobek jerit
marah luka meruyak
di atas tiran menghimpit
dada ini bara
duri segala airmata
akar rumput bersatu
menggarisi batu
ambiguitas
dengan seribu misteri airmata kata
menggantung bulan separuh pasi separuh berahi
diredup terang merkuri lampu kota yang malas
perempuan itu saksi peradaban yang dimoralisasi
oleh mulut yang meludah dan meliuri tubuhnya
jalan-jalan tua sesekali sunyi
ia adalah peneman setia yang selalu bertanya,
"siapa lelah, siapa menanti siapa?"
"aku atau kau perempuanku?"
"entah. mari tanya mereka"
Monday, November 17, 2008
hujan
langkahku pulang
memaksa berteduh
di pintu malam
kepada bumi
hujan pulang
langkah hujan
siapa menahan?
Friday, November 14, 2008
lomba kaki
berpasang- pasang sepatu berganti
sepanjang hari susul menyusul
saling adu siapa lebih dulu
Wednesday, November 12, 2008
hilang
di kantong bajunya terselip beberapa lembar catatan
tentang tempat-tempat yang ia singgahi
catatan itu adalah sedikit oleh-oleh dari sejarah yang dicurinya dari waktu
tulisannya sudah banyak yang pudar mengotori kertasnya yang kekuningan
luntur karena basah terkena keringat yang dipompa keluar dari jantungnya
setelah lelah terkembang kempis menghembuskan nasibnya
terkadang harus berlari mengejar jaman yang mau tak mau menjadi edan
"aku tak tahu apa yang ku cari", ujarnya setiba di pagar rumah,
saat pintu rumah menyambutnya penuh tanya
Friday, November 7, 2008
makan burger
makan burger kesukaanmu
burger itu terasa gurih sekali
karena airmatamu membasahinya
saat terbangun airmatamu tak berhenti mengalir
mandi pagi
sejak ia bangun tidur tadi pagi
hingga matahari hampir lewat di kepala
ia mandi airmata sampai jari-jarinya keriput
entah apa saja yang coba ia bersihkan ketika mandi
sampai hampir kering bak mandi
lalu ia kenakan handuk warna merah
yang wanginya semerbak menebar aroma segar bunga
sejenak ia terpesona oleh wanginya
namun secepat itu juga ia kembali termenung
sambil meraba-raba merasai setiap keriput halus
yang tergurat hampir diseluruh ujung-ujung jari tangannya
juga di bawah mata dan pipinya
"itu gurat waktu sayangku, itu gurat waktu.."
lama ia menatapnya seakan tak percaya
sudah begitu banyak peristiwa ia lewatkan
yang sekarang menempel pada setiap keriputnya
setiap peristiwa yang terlewat setiap ia sibuk mandi
ditatapnya lagi bak mandi yang setengah kosong dengan setengah hati
mungkin terpikir ia untuk melanjutkan mandi
rasa airmata yang mengucup tubuhnya tak lagi asin
Thursday, November 6, 2008
menjual tawa
menjual tawa dengan sekantong airmata sebagai bayarannya
begitulah ia bekerja setiap hari, hingga pada suatu hari
ketika hari menjelang sore ia simpan airmata dan nestapa
yang hari ini berhasil ia tukar dengan tawa di dalam keranjangnya yang mulai senja
kemudian ia bagi-bagikan tawa yang tak laku dijual kepada orang-orang
yang ia temui sepanjang perjalanan pulang
merekalah orang-orang yang airmata pun sudah tak punya lagi
untuk ditukarkan dengan sedikit tawa
setibanya di rumah, disimpannya rapi berkantong-kantong airmata tadi
bersama-sama dengan kantong airmatanya sendiri
lalu ia mandi dan bersiap-siap menyambut malam yang menjemput
malam tiba dan ia dijemput dengan tak tergesa-gesa tapi juga tak terlambat
penuh suka cita ia menunggangi malam dan terbang ke langit
pulang ke rumah orang tuanya
diiringi orang-orang yang mengantarnya dengan airmata
yang ditinggalkannya di dalam lemari rumahnya
palu arit dan pancasila
propaganda hitam kisah kelam
sebuah negeri di suatu masa
para jenderal jadi tumbal
ideologi merah terlarang
darah rakyat memerah tergenang
hingga kini anak cucu
bernafas pun di larang
di negeri orang leluhur terbuang
palu arit pancasila
tangan siapa bersimbah darah
*lagi-lagi gubahan dari puisinya Anez "propaganda"
kau
kau ada
hujan turun
musim cinta tiba
dihati pancaroba
kau tiada
deras hujan
kalut musim
mendera demam
di hati dan raga
kau hadir
payungi cinta
teduh rasa
*digubah dari "sakit"nya Anez
Tuesday, November 4, 2008
peronda malam
berjaga agar tidurmu tak terusik
sedang kau asyik bermimpi
mengejar bintang-bintang
yang tadi sore kupetik
Monday, November 3, 2008
pulang ke rumah
lalu membersihkan sepatu putihku
yang tak lagi putih itu karena kotor tertutup debu
seiring usia melintasi jarak dan waktu
kotoran jalanan mengerak pada telapaknya, menempel dan membatu.
Kubawa pulang sebagai oleh-oleh setelah lama kutinggalkan rumah.
ia sikat permukaan sepatu itu hati-hati sekali
takut melukai kulitnya yang tak lagi mulus,
dengan sabar dicongkelnya kotoran yang membandel
pada lekukan - lekukkan dan disetiap lipatan-lipatan peristiwa
yang tergurat dari setiap persinggahan perjalanan.
lalu dikumpulkannya kembali setiap kotoran dan debu itu
untuk nanti diseduh bersama kopi hitam kegemaranku,
katanya itu berkhasiat untuk menyembuhkan luka dalam
karena terlalu banyak menahan airmata
setelah selesai, lalu dengan sabar diangin-anginkannya sepatu pada pagi cerah itu
"mengapa harus pagi-pagi sekali bu?", tanyaku,
"agar tak terkena panas terlalu terik dan tetap lembut teksturnya saat nanti dipakai kembali", jawab ibu
siang itu kakiku malas beranjak,
sambil menikmati sisa kopi hitam yang memang mujarab itu
ku pandang-pandang sepatuku yang tadi pagi di cuci ibu
Thursday, October 30, 2008
pemimpi
yang tak dapat kucuri
maka akan kubenamkan matahari
agar tak terbit fajar nanti
Wednesday, October 29, 2008
gerimis
ketika suatu malam ani minta dijemput dari suatu tempat
pasalnya saat itu musim mulai gerimis
"aku takut pada gerimis", ujarnya melalui telepon gengam
"gerimis bisa membuatku sakit kepala berhari-hari,
"jadi biarlah cintaku kutunda dahulu ya dik",
"hingga gerimis tak lagi mengganggu"...
si anu tak jadi menjemput si ani
si ani sudi pulang sendiri
memburu cinta yang nyangkut
di malam gerimis
Tuesday, October 28, 2008
jauh
dari dunia antah berantah
dimana kasih adalah lautan
dan aku bebas berenang-renang
sayang,
aku tak pernah singgah
walau hanya bermain air ditepinya
dimatamu kau simpan kesah
dari dunia antah berantah
dimana airmata jadi telaga
dan aku berpaling menjauhinya
sayang,
aku tak pernah singgah
meski untuk sekedar meneguknya
di salah satu ruang rapat anggota dewan
yang.. panjang
kena!"
lagi ngundi
siapa lagi
yang kena disatroni
KPK
Pengadilan di Indonesia
hakim maksa saksi
:dua-duanya dikandangi polisi
gue kencing celana
gak nahan ketawa geli
:lalu mikir, mati gua!
Monday, October 27, 2008
Bro!
Friday, October 24, 2008
kata-kata yang mengalahkan ruang dan waktu
bercumbu bercanda bercerita
kurangkul kuraih kuusap
setiap cerita dari kata yang kukecap
segala sedih sunyi terbagi sudah
disana kau aku disini
dan ruang waktu telah kalah
oleh kita yang tak terbagi
mari bersulang
demi ribuan mil jarak
dalam detik tak henti berdetak
kata yang bertualang
terseok-seok mencari jalan pulang
Thursday, October 23, 2008
Tuhan, saya telanjang
lalu lihat isi kepala si pemilik syahwat
tak ada yang berubah
cukup kerling mata orgasme sudah
hanya warna warni kita punah
hari-hari esok anak cucu
mengenang saja yang dulu pernah
hanya di hadapan Tuhan
aku bebas telanjang
Tuesday, October 21, 2008
sebuah momentum yang (tak) lewat
tak jua ia membekas pada sayang-sayap camar yang terbang was-was
lengkung langit kini tinggal bayang-bayang di ufuk barat
beriak gelombang mencipta kilau keperakan di wajah samudera luas
sudah selesai sebuah transisi, sebuah babak dalam perjalanan yang terlewat
akulah karang yang memalingkan wajahnya dari bayangan senja
lalu sibuk mengisi mimpi-mimpi malam dengan kata-kata
dan bermain-main dengan koma
Friday, October 17, 2008
dua dunia
semakin karang menegar di pantai sepi
senja merapat di lengkung langit yang seksi
ia sibuk menghitung hari
Wednesday, October 15, 2008
pada senja kau menuju
menuju pantai pasir putih dan buih yang payah bersiul
singgah sebentar lalu pergi bersama angin yang tergesa
menuju matahari senja yang melankolis di batas cakrawala
aku adalah karang di terjal tebing kenangan itu
aku antar kau
ku antar kau hingga ke tepi
dermaga yang sesak dengan seribu bayang
menyimpan segala yang takkan lagi dikenang
dengan airmata
dengan senyum terbata
aku antar kau
Tuesday, October 14, 2008
"palls"
pada pesta pernikahan
seperti tubuh dan darah
yang dipersembahkan
di meja perjamuan kudus
sebanyak roti dan ikan
yang tak habis
di bukit pencerahan
jika dan maka
menyimpan khianat
dijanji
rakyat
menabung airmata
di hati
penguasa
khianat janji
air mata
bara di hati
Friday, October 10, 2008
saat kampanye tiba
tuan sibuk mencuci dosa
menggosok kembali janji-janji usang
agar berkilat dan enak dipandang
rakyat adalah seember air tempat mencuci dosa
setelah bersih, airnya pun dibuang,
embernya jadi tempat sampah
aku melihat Tuhan
ketika gordin malam tersibak oleh doa dari mulut-mulut si peminta,
menerangi setiap sudut-sudut ruang jiwa yang kelam dan tertutup debu.
Tapi Tuhan , Kau sendiri adalah pemuda kurus yang kulihat tadi pagi, berdiri di tikungan jalan diantara hiruk pikuk pegawai kantoran dan pedagang makanan yang lalu lalang.
Engkau dan topi lusuh yang menyembunyikan wajahMu, karena malu melihat tanganMu yang menengadah, meminta sedekah bagi kedua kakiMu yang tak sempurna.
Ya, aku melihatMu tadi pagi! tepat ditengah tikungan jalan yang penuh hiruk pikuk pegawai kantoran dan pedagang makanan yang sibuk melupakan bahwa kau berdiri diantara mereka, lalu kemana hendak kusembunyikan wajahku Tuhan?, saat akupun sibuk malu-malu mengalihkan perhatian dan pergi menjauhiMu, dengan sepeda motorku yang selalu kucuci dengan berkatMu setiap hari, yang menerobos seperti matahari pagi dan jadi selimut ketika aku tertidur di malam hari.
Kau adalah bintang utara, yang selalu bersinar dan siap menunjukkan arah kapanpun dibutuhkan, dan tak berhenti bercahaya meski terabaikan.
aku adalah nelayan di lautan yang sesekali tak tahu kemana arah pulang.
Wednesday, October 8, 2008
tentang tanya
di tengah-tengah amuk gelombang bimbang
tercenung antara pintu gereja dan realitas
doaku mengambang dalam tanya
mengusap-usap dosa yang keluar dari balik baju
diam-diam
ku curi saja wajah tuhan
kusimpan dalam airmata
lalu ku bawa pulang
tentang perjalanan
ia memberiku usia untuk kukunyah
di sepanjang jalan salib putranya
Friday, September 26, 2008
totalitasmu mana
jika memang tulus
luka tak terperi bawalah sendiri
tanpa siapa di sisi
abadi
ia senyap seperti;
lembayung setia
pada ribuan senja
di carut gurat wajah
separuh baya
usia pertiwi
Wednesday, September 24, 2008
mata panah
membelai sepenuh rindu
detak jantungku tanggal
terpenggal matamu binal
angin berhembus
tunas-tunas muda bersemi sayang yang tua tak terganti
resah jadi bara api
melawan harus atau terseret arus
melawan HARUS!
ketika sebuah proses pembelajaran tak lagi dihargai
ketika semua pintu dan jendela tak lagi dibuka
ketika ruang aktualisasi hanya ilusi
ketika rakyat dimiskinkan dan tak dapat lagi menjerit
ketika kaki lima, pelacur dan gembel dilempar ke got dan parit-parit
ketika rakyat di tindas di depan hidungmu
maka pemuda harus bergerak dan melawan
ayo turun ke jalan!
ayo hadang senapan
di popor di hujam hingga lebam
tak cukup peluru dan meriam
kami menolak diam!
*(gabungan dari beberapa puisi lama dengan sedikit improvisasi)
telur
pun telur dadar
tak asin
tak pula manis
atau masam
tak pedas
tapi
tak enaklah!
itu,
telur kejepit
Tuesday, September 23, 2008
ketika pagar-pagar kampus tak lagi menahan
kamilah yang melompati tembok dan pagar-pagar rumah, ketika wajah-wajah menunduk malu di hadapan nasibnya sendiri, pesakitan yang ditindas tanpa batas, kempis dihisap sampai puas
kamilah yang menempuh sudut-sudut bahaya, menghalau segala sunyi di jalan mulia, yang diberi gelar kehormatan penjahat dan pelanggar hukum, di negeri yang tanahnya tak pernah kering oleh darah bangsa sendiri
kamilah yang meninggalkan cinta tak terkira dari rahim ibunda mulia, jadi caci maki dan sasaran panser serta moncong senapan para penjaga garda depan sejarah yang suci hama,
di dalam jantung ada (sepucuk duri) gairah menunggangi (seribu riak ombak) darah yang bergelora,
persetan kau tuan onar, persetan dengan semua serdadumu!
diam bukan jalan keluar dengan nyawa semua terbayar,
luka kubawa dalam dada, ketika tangan-tangan kelaparan mengapai-gapai surga yang tuli dari takdir yang terbuang di ujung demokrasi
Friday, September 19, 2008
puisi tanpa kata
indahmu ku tulis tanpa kata
kenangan berserakan
di setiap sudut titik dan koma
aku tak sempat memungutnya
bait-baitku tak sempurna
puisiku tanpa kata
selamat bermimpi
cepatlah tidur sayang
ada puisi cinta
ku tulis untukmu
di dalam mimpi
selamat tidur
selamat membaca
Tuesday, September 16, 2008
tiket murah
tiga puluh ribu rupiah
tiket satu arah, rute:
pasuruan-alambaka
tuan tumpuk pahala
di atas antrian kepala
bau badan kami adalah berkah
keringat kami serupa zamzam
nasib kami adalah jalan lurus
pintu menuju surga bagimu, tuan
Monday, September 15, 2008
deret pohon depan istana
pada dahannya rimbun reranting memendam seribu cerita luka
dari setiap tragedi yang silih berganti datang dan pergi
menitipkan setiap kesah luka dan airmata yang tak tertampung
tercecer dijalan-jalan, pada butir-butir keringat yang menguap
berkali-kali angin meniup daun-daunnya, berharap segala duka yang tersangkut
pada ranting-ranting pohon sampai ke balik tembok istana yang putih itu
tapi tak satupun angin kembali, kabar gembira hanya bualan belaka
jadi mimpi memuakkan dalam warna warni pucat pudar tanda usang
menteror malam dengan liur yang mampu membunuh sebuah negeri
luka-luka dan airmata kering dalam penantian
mati tanpa pusara
terkubur pada nasib yang berkali-kali terjerembab
jadi bulanan lubang-lubang jalan
yang dibiarkan mengangga tak sempurna
Monday, September 8, 2008
sebuah kerinduan
reranting kering
pepohonan tua
dedaunan jatuh menjemput bumi
reranting sendiri menggapai-gapai langit
pepohon tegak pada carut kerutnya
melawan usia dan segala cuaca
rindukan kicau pada dahannya
Friday, September 5, 2008
Thursday, September 4, 2008
ciuman pertama
lalu tinggal dan membekas
pada dinding rongga dada
menjadi candu
di bibir yang rindu
Wednesday, September 3, 2008
menggenang darah
putih
basah layu
diujung pilar
pudar tak berkibar
menggenang darah
pada sejarahnya
peluru-peluru
menari, menari
di kepala, dada kami
sekuat hati
air ini
hidup kami
keringat kami
air mata kami
marah kami
tawa kami
bosan kami
leluhur kami
anak-anak kami
mimpi-mimpi kami
harapan kami
bumi ini
langit ini
ibu kami
dekap penuh bara
tak lagi lepas
hingga nafas, jiwa
tak lagi hangat pada raga
Monday, September 1, 2008
kepak sayap kata
pada setiap desirnya mengembang kempislah jantung
memompa setiap lirih hingga panas pelupuk mata
jadi airmata yang mengalir hangat sepenuh sunyi
saat kata-kata yang kau kirim bangkit dari kematian
jadi sayap menuju terang cahaya, nyali tumbuh
di taman sepi
Tuesday, August 26, 2008
gunung seribu bukit (argopuro)
suara binatang malam jadi misteri dibalik kelamnya
kabut sesekali turun, menebar aroma segar pepohonan dan rumput liar
tubuh kami rebah di atas ransel - ransel yang setia mencatat setiap perjalanan
berselimut angin malam serahkan mimpi pada lautan bintang
persiapan kembali dilakukan, semua mimpi kembali dibungkus rapi
tak lupa menyelipkan beberapa baris doa pada sepasang sepatu kawan setia
tersenyum pada matahari pagi yang akan menuntun langkah-langkah kaki
perjalanan dimulai dari secangkir hangat kopi tubruk pemilik kedai
perbukitan dan lembah-lembah perlahan-lahan dilukis pada jejak kaki
hijau dedaunan menata kembali udara dari deru dengus nafas yang cemar
kicau burung, gemersik daun-daun kering dan percik air adalah simphoni sepanjang masa
taman hidup, saat senja mulai merayap pada danau berpagar hutan cemara
kembali malam membentang layarnya paduan suara binatang malam pun digelar
cinta bersemi dari sepasang hati disebalik tenda-tenda kecil pendaki yang hangat
ada yang menganyam tali pada canda tawa para pendaki yang sibuk menghembuskan asap kretek, malam pun larut dalam secangkir persaudaraan yang hangat
beberapa bukit lagi telah terlewati, tapi tempat yang dituju masih sembunyi
selangkah demi selangkah selembah demi selembah dituruni
setapak demi setapak sebukit demi sebukit kembali di tanjak
pada langit tinggi minta petunjuk waktu kapan bergerak kapan berhenti
siang itu kembali hati diteguhkan, puncak gunung masih terkurung bukit
perbekalan dibawa secukupnya tunjukan disiplin dan kemauan hati
puncak yang dituju bukanlah akhir, tapi bagian dari perjalanan yang sudah dimulai
seperti sisa-sisa candi yang ditemui, adalah catatan kejayaan yang dikirim dari masa lampau
dikanan lembah dengan anginnya yang lengang, dikiri daun pepohonan saling bertegur sapa
di depan sinar matahari jadi petunjuk tempat padang sabana siap menyambut
lubang-lubang di tanah taman bermain bagi babi hutan tak boleh di ganggu
sesekali ayam hutan dan merak silih berganti mengawasi laku para pendaki
selada air dan anak sungai kecil di tepi lembah adalah tempat segala lelah dibersihkan
hamparan rumput laksana beludru hijau jadi pembaringan segala penat dan luka
kaki gunung kembali menanti, hati yang bertautan kembali rapatkan barisan
ucapan perpisahan berat diucapkan, di hamparan sabana sepenggal hati terpenggal ketika itu
langkah pertama dilangkahkan pada jalur yang akan mengantar pendaki pulang
ditikungan demi tikungannya kami temukan, potongan-potongan hati berserakan
setengah jalan langit mendung, tak lama hujan turun diperbatasan hutan dan kebun jagung
ransel-ransel diturunkan, bersiap-siap di bawah lindungan jas hujan
perjalanan dilanjutkan dengan kaki telanjang dan lumpur di sela-sela jari
sendal jepit kami terkapar di tanah merah yang terjepit pohon-pohon jagung
saat mata mulai tertipu halusinasi pada punggungan perbukitan terakhir
senja merambati hati kami yang sempat menciut pada jarak perjalanan
jauh di depan ada kerlip lampu dari desa, segumpal bara api tiba-tiba terbakar di hati
perjalanan menuju kota tak lagi terasa, jok tempat duduk bis antar kota jadi lamunan
Monday, August 25, 2008
mahameru
saat semua warga bersiap-siap menjelang kemerdekaan
umbul-umbul warna-warni dan bendera merah putih
meriah di langit yang biru cerah, secerah tawa anak-anak desa
secerah hati para pendaki saat bersiap-siap untuk terakhir kali
doa mohon perlindungan dirapalkan, menjelang tengah hari perjalanan dimulai
berkilo-kilo pasir kami bawa di tubuh dan paru-paru kami,
pada ransel-ransel dan keringat kami,
desa terakhir berkilo-kilo dibelakang, jembatan merah menanti di depan,
sesaat terlintas wajah-wajah yang menanti yang semakin hilang dibalik perbukitan
sedikit canda tawa mengisi kembali tabung-tabung semangat kami
senja menjemput mataharinya, ranu kumbolo menanti
desir angin dari ujung lembah menjemput peluh pada tubuh
dinginnya terasa sejuk sampai ke hati yang biru karena rindu
cepat-cepat tenda didirikan di sisi danau, riaknya pantulkan sinar mata kami, lalu
api unggun dan susu coklat panas terhidang diantara hangat hati yang menyatu
tak jarang angin menggoyang tenda yang sore tadi kami dirikan dengan gigil tulang
gemertak gigi pun turut meramaikan, malam perisitirahatan pertama terasa begitu lama
dingin pagi menggigit sumsum tulang, saat para pendaki mencari sisa sisa bara api di dadanya
ranting-ranting kering di bakar nantikan matahari yang menghalau kabut malam,
sarapan!
tebing cinta serupa fatamorgana cinta, penuh tipu daya di sebalik keindahan dan harapan
berkali-kali kata maki meloncat dari ransel-ransel kami yang penuh sesak, tercecer disana sini
perjalanan di lanjutkan, setelah memaknai nama keparat itu sambil lalu
disana sini kabut asap menyesakkan dada, hutan terbakar apinya menyesakkan mata
pohon-pohon dan semak semakin hebat terbakar, terbakar juga keyakinan kami
keputusan harus diambil saat bayang-bayang ragu jadi hantu gentayangan pada lidah-lidah api
menembus asap dan api, sesaat setelah tekad menelan ragu
saling bertaut jiwa, sepanjang jalan tiada tertinggal jejak tanpa kenang-kenangan
sepi kalimati di dataran tinggi selandai lapangan bola berpagar pohon cemara
hanya angin yang sepanjang hari mencumbu pucuk-pucuk kembang edelweis
turun ke lembah bercabang anak kali yang mati, sunyi menyergap perlahan-lahan
senja merayap pada tebing-tebing bisu,celahnya mengeluarkan airmata dari mataair lembah
peristirahatan terakhir sebelum pendakian puncak
pada malam pendakian puncak di batas hutan arcopodo, satu hati satu tujuan
puncak mahameru dituju, disana mimpi kami labuhkan bersama sambut matahari pagi
cemoro tunggal sebagai tanda, sesekali juga sebagai tempat menggantung letih
bukit pasir menguji kaki dan tekad, mahameru tinggal beberapa langkah lagi
fajar terlanjur tinggi saat sampai di puncak, beberapa letupan kawah membayar lelah
tanpa kata tanpa airmata hanya doa dan bahagia di puncak mahameru, puncak para dewa
ibu
dimana kau keringkan airmata
sementara doa terus kau kirim kelangit
isyaratkan arah perjalanan
yang bersembunyi di balik gelapnya malam
Friday, August 22, 2008
republik bla bla bla
belajar dari belanda waktu membonceng NICA
merdeka adalah bla bla bla!!!
kita belum merdeka sepenuhnya
karena bla bla bla
dahulu kita macan,
sekarang kita mantan macan
bla bla bla
hati nurani rakyat
di bawah sepatu tentara
lalu bla bla bla
televisi serupa tempat sampah
busuknya menusuk hingga ke hati
semua duduk manis, nonton sambil meringis
menjilati luka sendiri yang mulai bau amis
Wednesday, August 20, 2008
ibu Sumarsih
tulus seperti kasih yang mengalir di darah putranya
yang tumpah di meja perjamuan kudus tirani
di depan istana dan jalan-jalan revolusi
setiap nafasnya api, panasnya menusuk-nusuk
hingga ke jantung yang membusuk oleh caci maki
menuntut ia, hingga kematian tak lagi sepi
di negeri ini, di liang kubur yang menyimpan beribu nyeri
di resah pusara yang diam berjanji sepenuh hati
mengurai perih duka, hingga dendam tak lagi jadi makam
putih rambutmu adalah kibaran panji-panji semangat
pada tiap helainya airmata telah menjadi karang
Friday, August 15, 2008
time out
beristirahat sejenak di lekuk pinggangmu
menikmati pasang surut gelombang punggungannya
seiring jejak langkah sepasang kakimu
yang mengundang sejuta indah bayang-bayang
di kota itu
saat angin menggambar rindumu pada tembok kamar
diujung kota yang kau tinggalkan beberapa waktu lalu
ada sepi yang coba kau lukis dengan keluh kesahmu
di kota pelarian, yang juga menyembunyikan luka hatimu
samar-samar kubaca pada bayang matamu yang binar,
dari kejauhan saat bahumu tak dapat ku gapai
Wednesday, August 13, 2008
di kafe (menjelang pulang)
habis tandas tak tersisa
meninggalkan puntung gelisah
pada asbak yang penuh sesak tanya
Tuesday, August 12, 2008
in absentia
kami tak dapat memenuhi undangan tuan
yang tuan kirimkan lewat bendera warna warni itu
kami sibuk menyiangi luka dan airmata
yang diwarisi orang tua kami
yang telah sekian lama menyembunyikannya
didapur rumah kami yang ditelan lumpur sidoarjo
serta janji-janji usang tempo hari
yang tampaknya juga ikut tenggelam
toh kami pun tak perlu meminta maaf atas kemalasan kami untuk datang, lagipula
kami juga sedang sibuk menyempurnakan tingkah laku kami
agar tak kena pukul para pembela kebenaran yang sekarang sedang ramai-ramai meronda dimana-mana
O ya, uang tabungan kami juga sudah habis
untuk beli minyak, uang sekolah, biaya hidup sehari-hari
dan sedikit untuk liburan diteras depan rumah mewah yang kami lihat di sinetron-sinetron
sesekali juga nonton pembasmian hama tikus di gedung bundar
:kami tak punya ongkos buat ke tps
Thursday, August 7, 2008
nostalgia
di bawah binar cahaya remang lampu malam
diatas rona kedua pipimu yang hangat kuku
ketika rindu berlabuh dipantai "long island"
tempat dimana aku menghabiskan sisa malam
meneguk habis senyum manis dari bibirmu
yag rekah,
bulan pecah, di derai tawamu yang renyah
setapak demi setapak perjalanan kita urai
letakkan luka satu per satu di meja persegi empat itu
Wednesday, August 6, 2008
perempuan muda itu adalah ibu
puting susunya kurang gizi menyumpal pada lapar yang geram
berdiri diujung antrian sembako murah
saat tuhan dikuduskan
dasternya lusuh sembunyikan desah derit ranjang semalaman,
dari lembaran uang yang karena suatu sebab ditukar birahi liar malam
yang disetubuhinya dengan airmata,
entah luka atau bahagia
demi menanak sepiring nasib,
mengecap seteguk kehidupan
disimpannya luka diliang gelap
bawah pusarnya yang gusar
*coba digubah dari puisinya anez yang judulnya "ibu muda di pinggir peradaban"
yang datang dan pergi
pada lembaran-lembaran waktu yang terus berjalan
meninggalkan masa silam yang tertutup debu panjang perjalanan
sesekali rindu berbisik ditelingaku, namamu.
yang kini jadi lentera kecil
menerangi gelap mimpi-mimpi malam
saat sunyi lelah menampung airmata
Tuesday, August 5, 2008
Monday, August 4, 2008
Friday, August 1, 2008
Thursday, July 31, 2008
mengalir sajalah
hingga cemas kau taklukkan
hingga musik membawa pergi
segala sunyi
segala kenang
pada lantai dansa
pada tumit sepatu
membekas segala detak
berdansalah, berdansalah
hingga waktu kau jelang
penari dalam mimpi
perempuan yang berjalan dalam mimpi
dalam tidurnya yang tak bermimpi
menyangkal malam membujuk rayu
agar tak jatuh ke dalam tidurnya
perempuan yang menari setengah hati
dalam tariannya jemu letih
sudah hampir usai ia menuai kenangan
perlahan pupus di sisa gelak tawa
teriring sepi menatap punggung waktu yang pergi
mari bersulang sekali lagi
semoga waktu terjatuh dan lelah berlari
agar sempat bermimpi dan menari
dimana sajak dan puisi
Kata – kata main petak umpet
berlindung dibalik kelambu malam, lalu
malam diam –diam menelusup kedalam mataku
”sudah, lepaskan saja kata-kata, dan mari bercumbu”
Ah,
sepasukan nyamuk yang rajin beterbangan
membelaku mati-matian
sambil sesekali ikut menghisap
sajak dan puisi yang mengendap
di dadaku
tragedi buruh bangunan
sesaat melayang
anak istri terbayang
selamat tinggal sayang
jangan kau rindukan abang
hujan tangis menghujam
lantai beton
gedung bertingkat
:yang kini jadi wajahmu
Monday, July 28, 2008
Friday, July 25, 2008
syukurlah
berserak jejak luka dan dosa
satu masa lebih dekat
kepada pemberi berkat
:semoga
Thursday, July 24, 2008
terjebak rutinitas
* niru-niru gayanya pak Remy Sylado yang "Mbeling" itu
Tuesday, July 22, 2008
Monday, July 21, 2008
kawan, jangan membiru
itu untuk supaya dapat kau arungi hidup
mengukir cerita-cerita tentangmu
di setiap jejak usia dan waktu
untuk kau ceritakan padaku kelak
sebagai oleh-oleh perjalananmu untukku
saat kita berjumpa
disebuah pojok kafe atau di
sudut jalan
ceritakan padaku,
seperti aku pun bercerita
tentang segala suka dan dukaku
yang ku dapati saat kuukir kisahku
pada usia dan waktu yang sama
di sisi lain perjalanan
kelak persimpangan mempertemukan kita
Thursday, July 17, 2008
hakiki yang terbagi-bagi (sisa-sisa manusiawi)
Wednesday, July 16, 2008
ada apa dengan bunga
lalu kau minta ku buka celana
hari ini hatiku berbunga cinta
sampai jatuh ke lembah hina
bunga
bunga
bunga
celana
celana
celana
: "abis jalan-jalan ke ruang kontemplasi takdir, hehe...he liat puisi "hari ini kau bawa bunga".
Friday, July 11, 2008
Thursday, July 10, 2008
malam binal
tatapmu nakal hasratku binal
bibirmu rekah, di liar bibirku mencari
lidah tertaut malam romansa
angin sunyi berbisik mesra
nafas kita satu-satu
dalam tanda seru memburu waktu
titik-titik geli melonjak girang
puting menggeliat malu-malu
di puncak bukit dadamu, jemari riang berkelana
pada lika liku pinggulmu yang rona menyala
mata pandangku jatuh terpana
menanti gelisah deru desah, pangkal paha yang remaja
pasrah diri kepada nasib, kemana malam hendak menuju
peluk dekap hangatmu
pada tubuh setengah telanjang
cinta dan rindu megap-megap
hirup hembuskan penantian
Wednesday, July 9, 2008
Monday, July 7, 2008
tidurlah sayang
oleh penat keluh kesah
yang tak jua tertidur
tumpah
ruah
di ranjangku
yang menumpuk mimpi
:tak jua berwujud
Friday, July 4, 2008
tak ada pilihan
jiwamu meraba waktu dengan ciut nyali
cemas semakin menjadi api, hingga sepi menjadi ular
mengintai disetiap ketuk pintu kamar
ketika kau telan segala pahit bujuk rayu
meski muak tak dapat kau tolak
pada sisa-sisa airmata dan sejuta kenangan
bertahan sekuat-kuatnya adalah keharusan
Thursday, July 3, 2008
Siapa mau ikut
persimpangan perhentian
jalanan dan halte-halte
jadi arena tarung
bis, metromini, kopaja
saling rebut penumpang
saling kebut
siapa cepat sampai duluan
di TPS pemilu depan
: saya pilih naik motor
Monday, June 30, 2008
ragu hati
yang mengganjal laju gigi dua
menggoyang kemudi ke kanan ke kiri
memaksa kaki injak rem dengan grogi
marah dan sesak tak berdaya
saat padat merayap
sore pulang kantor
terjepit dua metromini
tak lulus uji emisi
seolah kudengar keluh dan kesah
pada ban belakang motor
saat kesiangan berangkat
ke kantor
Friday, June 27, 2008
doa kunodai
disesak kepul asap knalpot
ketika kucuri wajah Tuhan
diantara bising bis dan metromini
:yang senantiasa menyeruak liar
jarak perjalanan tak kian dekat
meski motorku meraung-raung
berusaha menelan setiap jerit klakson
sunyi, senyap mengantar cemas dan sesak
kucari Tuhan disetiap lampu-lampu merah
yang selalu ku ajak lomba adu cepat
: agar lekas sampai
Thursday, June 26, 2008
mengejal kebal di atas aspal
kuda besi kuda besi
bis tua bis tua
besi tua bis kuda
berlomba-lomba
menyetubuhi aspal
sementara
darahku mengental
diujung aspal, dan
asap tebal
:ada yang pejal
from : "sampai jumpa bis tua!!"
(Aneze; Aneze's Hatred, 25th June '08)
Friday, June 20, 2008
malam larut disamar langit-langit kamar
sudah larut malam
saat aku kembali membuka lemari sejarah,
di lacinya kutemukan setumpuk luka, yang
mengering oleh waktu
bersama sedikit kenangan yang kuselipkan dulu
di sejuk sudut telaga senyum kekasihku
yang susah payah kugambar pada langit-langit kamar
Wednesday, June 18, 2008
negeri sepi
ketika anak bangsa kini saling menumpahkan darah
apa yang salah dengan pelajaran agama ?
ketika agama lebih Tuhan dari Tuhannya
sementara, busung lapar dan gizi buruk mengintai
dari balik harga-harga yang membumbung tinggi
terbungkam disepikan! hingar bingar caci maki
sekali lagi tuan penguasa main politik sepi
Tuesday, June 17, 2008
ada milikmu disamping punyaku
tak sadar jemari menari dibalik bra mu yang melonggar
di puncak bukit itu aku mabuk aroma tubuh
membius seluruh saraf diantara rintih aduh
ada yang tercabik dan terpukul hingga memar
terlempar kasar disudut ruang kamar
ada milikmu disamping punyaku
jadi saksi bisu saat nafas kita sama memburu
Wednesday, June 11, 2008
dimana kau sembunyikan luka
diantar airmata luka menganga
nasib kami disembunyikan dibalik jubah
bertahta dengki tuan pesta darah
seperti jejak- jejak kaki di padang pasir
menetap sekejap dijemput angin semilir
duka derita kami ditelan televisi
pedih perih hilang secepat kabar berganti
kemarin luka kami masih sama
sampai akhirnya usang dibalik jubah lama
Tuesday, June 10, 2008
nyampah
tertutup asap hitam ban-ban mobil
yang terbakar alkohol dan kebodohan
kata-kata tak lagi bersuara
tercekat ditenggorokan oleh eforia anarki
di sisi wajah Sudirman
inikah revolusi?
Friday, June 6, 2008
rok mini dan tiga gelas vodka
riang menari-nari di kepalaku
imaji mencari kesenangannya
tak dapat beranjak mata ketelingsut
di balik rok minimu ada tiga gelas vodka
yang menari-nari dikepalaku
mata ketelingsut angin ribut
mengintip malu-malu
dari balik rokmu yang mini
ada tiga gelas vodka kosong
:yang ribut dikepalaku
Monday, June 2, 2008
sajak berhala
ibu berhala
anak jadi berhala
susu berhala
keringat berhala
anak jadi berhala
kemarin berhala
hari ini berhala
besok jadi berhala
bapak ngajar jadi berhala
ibu didik jadi berhala
anak jadi berhala
berhala
berhala
dan
ber..ha..la
Thursday, May 29, 2008
Aku mencintaiMu dengan seluruh jembutKu
ada jembut nyangkut
di sela gigiMu!
seruKu
sambil menjauhkan mulutKu
dari mulutMu
yang ingin mencium itu.
sehelai jembut
bangkit dari sela kata kata puisi
tersesat dalam mimpi
tercampak dalam igauan birahi semalaman
dan menyapa lembut
dari mulut
antara langit langit dan gusi merah mudaMu
yang selalu tersenyum padaKu.
Aku mencintaiMu dengan seluruh jembutKu
tapi bersihkan dulu gigiMu
sebelum Kau menciumKu!
: Sauuut...Saut, sesatkanlah aku ke jalan yang benar!
Wednesday, May 28, 2008
sebait sajak untuk sepi
sempurnakan saja kepak sayapnya
hingga sampai ke gerbang Petrus
di swargaloka
: inspired by Arlen "si bungsu"
warna bendera tak lagi merah putih
tanah-tanah terus digali,pohon-pohon tak ada lagi
laut kami sepi,ikan-ikannya dicuri
tangan-tangan serakah mengintai negeri penuh berkah
menyelusup dikantong-kantong seragam Aparat pemerintah
beri sepah, lalu menghisap seperti lintah
jelma jari-jari pada tangan-tangan serakah
lihat! bendera tak lagi merah putih
warnanya pudar kibarnya tak lagi menggelepar
tiangnya bersarang karat
tak pupus oleh darah-darah melarat
ini negeri penuh berkah
ditebus dengan darah
disini kami tegak menengadah
tak goyah, walau susah payah
Tuesday, May 27, 2008
ayo teriak merdeka!
Merdeka..?!
Merdeka..?!
Merdeka..?!
...............................................
siapa?
Semakin hina saja mimpi-mimpi kami
mimpi-mimpi kami berserakkan
di jalan-jalan ibu kota
ketika hidup harus dibeli
di negeri ini
mimpi-mimpi kami berserakan
diparit-parit jalan,
tersangkut kawat duri istana,
di ujung popor senapan,
di telapak sepatu serdadu,
ketika mereka merampas,
mimpi-mimpi dari kepala kami
airmata tak lagi beranjak
terinjak-injak harga melonjak
uluran tangan basa basi
menyapa perut-perut lapar kami
lalu mimpi kami?
mimpi-mimpi kami berserakan
mimpi-mimpi kami berserakan
berteriak tanpa telinga
Friday, May 23, 2008
dapatkah kau pahami
jadi telaga di palung jiwa
mari belajar berenang
agar tak tenggelam didalamnya
Wednesday, May 21, 2008
Jangan mati
Jaga hati jaga nurani
Agar jiwa tak tergilas
jaman s’makin beringas
Jangan mati!
kecil tapi kerikil
Tajam dijalan penguasa
Jangan mati!
Lentera kecil
namun tak redup
Agar tahu kemana arah
Kaki harus melangkah
Monday, May 19, 2008
Ketika Tuhan tak lagi bersuara
rumah Tuhan dibakar
Tuhan dianiaya
sabdaNya dicuri
Tuhan menangis,
Tuhan menangis,
Tuhan menangis,
aku diam,
tak tahu harus apa
cerita sinetron
antrian panjang wajah-wajah kusam
karungan beras menggunung tak terbeli
label harga minyak goreng keringkan nyali
pemerintah tak perduli,
berlomba-lomba protes
tak lunas oleh cucuran keringat dan airmata ibu
tak juga lunak oleh gigil gemetar punggung ayah
ayah gila
ibu mati gantung diri
tekanan ekonomi karenanya
penonton marah
hidup
setiap langkah kaki adalah jejak petualangan
setiap kenangan adalah masa
dimana waktu tak lagi berkuasa atasnya
kami rindu melukismu lagi
jejak-jejak kaki kami
terlukis di atas punggungmu
jiwa-jiwa kami menyatu rindu
pada batu kokoh tegar abadi,
pada angin genit di ujung tumitmu
pepohonan hijau setia pada siang dan malam,
pada reriak air yang terusik jiwa penat
belantaramu kurindu
dinginmu kunanti,
pada malam berserakan bintang,
terserak pula segala luka
dihijau permadani alas ibu bumi
rindu..rindu ..rindu
hingga suatu waktu nanti
kami kembali
mencari jiwa dan hati kami
yang tertinggal dipuncakmu
suaramu
Se-kasur empuk tempat mata terpuruk
Menjelma kantuk
tak terbayang di pelupuk
lagi-lagi fatwa
petuah bijak omong sesumbar
dikutuk sumpahi oleh jiwa,
yang mengunyah lidahnya
agar tak jumawa
dusta
jiwaku sedang keracunan hebat
karena makan banyak buah norma
yang dijejalkan ke mulut dan perutnya
yang tanpa ampun, tanpa permisi, tanpa henti
sejak matahari masih muda belia
hingga senja mulai mengintip di ujung masa
karena dahsyatnya racun norma itu
ia muntah-muntah dengan hebatnya
hingga mengeluarkan suara-suara
yang dengan kerasnya berbunyi
dusta! dusta! dusta!
lalu keluarlah dari muntahnya itu
berbusa-busa nasihat tentang harga diri
tentang kehormatan, tentang harta dan tahta
yang tertanam didasar segalanya
yang telah mengendap lama berlama-lama
karenanya tak kuat lagi jiwaku,
kembali dimuntahkannya
muak! muak! mmuaaakk!
lalu apa arti ketulusan dan cinta
lalu dengan apa ku maknai aku
lalu apa arti hidup, jika aku tak hidup
kepalanya pusing tujuh keliling
terbayang-bayang pada nanar matanya
tentang kebebasan
tentang kehidupan
tentang mimpi-mimpi
tentang dunia
tentang kesahajaan yang sungguh teduh
tentang api
tentang jalan terjal
tentang hasrat
tentang keringat
tentang pagi dan tentang senja
tentang segala-galanya
termenung jiwa dihantam tentang
lalu terduduk ia dengan lemasnya
menutup matanya yang basah dari dunia
merapal mantra-mantra harapan dan doa
“ya Tuhan, semoga racun itu tak menyebar
sampai ke hati yang begitu luka kini”
sepanjang pulang
versi I :
aku pulang
Diperjalanan kutemui
Rindu meratapi
versi II:
aku pulang
kutemui rindu meratap
diperjalanan pulang
tak pernah berhenti berjuang
sejarah tak pernah bisa menolak nasibnya
menjadi saksi perjalanan bisu berliku-liku
seperti batang-batang pepohonan
yang mengukir umur masa pada kulitnya
mengukir prasasti yang tak pernah mati
mimpi-mimpi menangisi sayap-sayap patah
ketika derita telah menjadi candu bagi jiwa
saya berteriak, menyumpah serapah kepada muak
mengumpat marah kepada penat yang sesak
mendaki kembali kata-kata di gunung jiwa
mengumbar seribu tanya menuntut jawab
menyapa nasib yang terluka
Jika terlupa akan siapa diri, belajarlah lagi mengeja nama
Kepada sejarah yang tak pernah salah mencatat luka
Nasib tak akan lupa pada takdirnya,
kemana jiwa hendak sembunyi
Ketika airmata telah menjadi asin di sudut hati
Hidup adalah wujud kasih yang menyala pada kelopak-kelopak jiwa
Sekali nafas terhela, pantanglah langkah surut hadapi luka
Kepada perih yang menjelma pada malam-malam sunyi
kebebasan yang hakiki
gerimis yang tak akan habis
Matamu serupa embun sejuk bening
Juga serupa tikaman belati menghujam jantung
Senyummu serupa kenanga mewangi
Juga serupa airmata yang mengasinkan jiwa
Gerimis merinai pada senja
tatapmu menyimpan rindu basah
Sejak tatapan terakhir menancapkan luka
Kita sama tahu gerimis ini tak akan ada sudah
Ibu
pada masa yang belum terjalani
doamu telah sampai
nantikan saya yang terseok
menanak sepi menggapai esok
pancaroba
musim penghujan berteman musim angin
mengintip badai di ketiak waktu
kurindu puisi yang sahaja
jujur sederhana teduhkan duka
malam tak lagi bicara, diam beribu-ribu bisu
ditikamnya cemas didekapnya jerih erat
tabir gelap menghitam pekat
bermain dusta, nista menjelma kabut
tersesat kian dalam di belantara kepalsuan
mencari cahaya terang jalan pulang, dihantam
tetes hujan dan gigilnya angin musim
pancaroba
pada suatu malam persinggahan
hening malam jadi sarang sepi
saat senja, usai menghitung jejak kaki
lelah tersandar di sudut jiwa
tempat sejuta tombak tertancap, dan
sejarah mencatat segala luka
harap fajar lekas datang
agar sepi tak kian dalam
berjanji pada pagi 'tuk kembali
jejaki langkah-langkah sunyi
meski belum habis lelah terpanggang
pun luka masih menganga merah
Lams dan kopi hitam (tampomas)
kopi hitam secangkir
jadi teman berpikir
sebatang rokok di tangan
terlarut dalam angan-angan
sesuatu yang tertinggal
ketika senja merambati waktu
ketika malam berganti pagi
dan disetiap langkah hidupku
kau tak terganti
antara hari ini dan kemarin
senyum jadi abadi
rindu beku di dinding waktu
kenangan muncul dari kesilaman
aku bersyukur kau ada
:ketika fajar menyingsing,
dan laut masih mengamuk dihatiku
sisa semalam
mati angin
terbenam cinta diam-diam
simpan rahasia pada malam
hanya sepi saja tak mau pergi
angin pun mati
menjemput luka
menjemput sepi
sejenak menepi
diam menepi
ditengah gemuruh roda hidup
kadang terasa ngilu
risau menikam berkali-kali
sekali ini saja
sekedar menepi
sandarkan jejak-jejak letih
: penantian
tentang kenangan
kenangan bersamamu manisku
seperti sangkar dari emas,
begitu indah, namun memenjarakan
jika cinta adalah diam
kata-kata memperkosa ketulusannya,
maka biarlah cinta kunamakan diam
puisi pun terbenam dalam diam
seperti matahari senja yang tertidur
pada belaian jemari malam
seperti matamu
ku cumbui wajahmu
di mataku,
di hatiku,
di benakku,
di harapku,
kau adalah malam natalku
yang tak kunjung usai
seperti kasih mengalir disungai jiwa
seperti bait-bait doa bermazmur pujian
seperti itu matamu
yang ku pahatkan pada tiap bait puisi
hingga mata hati dan jiwa jatuh terkulai
di pelupuk senja yang merah